Pelajari 6 Strategi Department Store dalam Pengaruhi Perilaku Konsumen
Jika Anda jalan-jalan ke department store, mungkin banyak keputusan pembelian yang dilakukan terjadi secara subliminal atau di bawah sadar. Berdasarkan studi, apabila Anda diberi pertanyaan mengapa membeli ini dan itu, mungkin tak semua memiliki alasan.
Ada pertanyaan yang juga sulit untuk dijawab. Hal ini juga berkaitan dengan cara komunikasi manusia yang tidak hanya secara verbal, tetapi juga nonverbal yang implisit.
Oleh karena itu, perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian tak semudah itu ditebak. Fenomena ini jelas bisa dengan mudah Anda temukan di department store.
Ignatius Untung, Praktisi Marketing dan Behavioral Science memberikan pendapatnya mengenai hal ini di dalam program Market Think pada kanal Youtube Marketeers TV. Strategi pertama adalah anchor di etalase yang menampilkan barang tertentu sebagai umpan untuk menarik perhatian pengunjung dan nantinya membeli produk tersebut.
Namun, pilihannya adalah apakah Anda menampilkan barang mewah atau barang murah? Mungkin kebanyakan orang akan memilih barang murah, bukan?
Jika Anda pergi ke department store, yang Anda lihat mungkin bukan barang murah melainkan barang berharga tinggi dengan kualitas terbaik. Dipajangkan dan mulai memanggil para pengunjung department store tersebut.
Meski mahal namun tetap ada yang tertarik untuk masuk, melihat, dan bahkan melakukan pembelian. Mengapa bisa begitu?
“Harga tinggi yang diletakkan di depan berguna untuk men-decoy. Ketika mereka masuk ke dalam toko dan mencari tahu, coba-coba, mereka menemukan harga yang lebih murah. Hasilnya orang belanja lebih banyak setelah ekspektasinya di-drive dengan harga tinggi di depan,” kata Untung.
BACA JUGA: Go To Market Strategy: Siapkan Peluncuran Produk Agar Sukses di Pasar
Strategi kedua adalah pramuniaga yang menyambut Anda ketika masuk ke sebuah toko. Mungkin Anda pernah melihat jumlah pramuniaga yang cukup banyak bahkan sangat proaktif untuk melayani Anda dan selalu menanyakan apakah Anda mau membelinya.
Apa yang Anda rasakan ketika berbelanja dan terus ditunggui atau ditanyai oleh pramuniaga? Tentu Anda merasa risih dan kurang nyaman, bukan?
Hal ini malah mendorong calon pelanggan potensial untuk pindah berbelanja ke tempat lain. Strategi yang benar adalah tidak perlu memiliki terlalu banyak pramuniaga dan harus pintar menjaga jarak dengan calon pelanggan Anda.
“Yang penting adalah membuat mereka tahu di mana mereka bisa menemukan pramuniaga ini tetapi jangan dengan jarak yang dekat atau bahkan tak terlihat, biarkan mereka (pelanggan) leluasa milah-milih dan nyoba,” ujar Untung.
Sebagai contoh, pramuniaga IKEA yang jumlahnya bahkan sangat sedikit dan sering kali tak terlihat. Tujuannya satu, yaitu membiarkan pelanggan untuk mengeksplorasi produk sepuasnya tanpa merasa terganggu.
Strategi selanjutnya adalah penataan barang yang teratur. Strategi ini bisa Anda temui di butik dibanding ITC.
Di butik, barang yang dipajang cenderung tidak banyak, sedikit, terbatas, eksklusif. Jika dilihat, butik penataannya rapi, terstruktur, penyusunan warna yang bagus, dan lainnya.
Dari penataan ini, otak manusia mampu merekam sebuah pola sebagai sebuah kejutan yang positif.
“Penataan baju sesuai warna itu juga pola, itu kasih kejutan menyenangkan untuk otak sekaligus dianggap harmonis, sehingga engage otak dengan baik dan membangun mood,” katanya.
Hal ini tentu akan berbanding terbalik dengan ITC yang mungkin menata barang dengan susunan tak beraturan. Orang yang melihat akan merasa kurang nyaman, ada yang salah, merasa waswas tapi tidak tahu apa.
Trik selanjutnya adalah jumlah ruang ganti yang banyak berkorelasi pada penjualan produk.
“Ketika ruang gantinya banyak, tersebar di semua toko, effort untuk coba jadi mudah, sehingga orang mau coba dan menjadi dekat dengan pembelian. Konsepnya sama dengan test drive,” ujarnya.
Untung juga memberikan insight bagaimana strategi department store di luar negeri terhadap ruang ganti ini. Pelanggan yang mencoba dan tidak jadi membeli tak perlu mengembalikannya ke tempat semula.
Cukup letakkan di counter sebelahnya. Mungkin ada beberapa alasan yang mendukung, seperti alasan fungsional agar produk dapat ditata lebih rapi bahkan pelanggan yang malas.
Namun, ternyata alasan utamanya adalah untuk menilai kinerja department store dari melihat banyaknya baju yang dicoba dan jenis baju yang banyak disukai.
BACA JUGA: Blue Ocean Strategy: Terjun dan Bersaing di Pasar Tanpa Persaingan
Selain itu, strategi tersebut juga dapat menghilangkan rasa bersalah calon pembeli ketika tidak jadi membeli. Dengan begitu, calon pembeli dapat sesuka hati mencoba baju incarannya tanpa takut merasa tidak enak jika setelahnya tidak cocok.
Tak hanya itu, Untung juga menjelaskan trik lainnya yang diterapkan di luar negeri, yaitu self check-out bagi para pembeli yang ingin melakukan scan sendiri barangnya yang mungkin bersifat personal dan tidak ingin dilihat oleh kasir atau orang lain.
Misalnya ketika pelanggan membeli pakaian dalam lawan jenis. Apabila mereka merasa nyaman, kemungkinan mereka untuk beli dalam jumlah banyak dan kembali lagi akan jauh lebih tinggi.
Strategi berikutnya adalah pemanfaatan foto yang banyak dipakai di kampus-kampus behavioral science. Permasalahan awal dari strategi ini adalah tindakan pencurian baju yang mungkin terjadi di dalam kamar ganti.
Oleh karena itu, Untung menjelaskan department store dapat menempelkan foto mata close-up di depan pintu ruang ganti. Trik ini menimbulkan efek perasaan seperti sedang ada yang memperhatikan dan mengamati.
Dengan begitu, orang yang mungkin telah berniat mencuri akan mengurungkan niatnya dan enggan melakukan jika merasa ada yang mengamati gerak geriknya.
Pemanfaatan foto ini juga bisa dilakukan dengan menempelkan foto tersenyum di belakang kasir yang tujuannya untuk mengurai pain of pay ketika pembeli bersedia bayar dan mengeluarkan uang.
Demikian beberapa strategi yang sangat cocok untuk diterapkan oleh department store saat akan memengaruhi perilaku sekaligus keputusan pembelian konsumen dalam membeli baju.
BACA JUGA: Kenali Struktur Pasar agar Lihai Hadapi Persaingan
Editor: Ranto Rajagukguk