Pelaku Industri Properti Harus Melihat Co-Working Space Sebagai Peluang

marketeers article
Hall in a loft style with white walls with brown rounded windows. Upper parts of walls are concrete. Close to windows there are light tables with orange legs and gray and blue chairs. Between the tables there are niches with plants and pen holders. Opposite of left window there is a yellow-brown sofa. In front on the left there are light wooden benches with soft seat. There is a niche with grass in a concrete block on the lower bench. On the floor there are gray tiles. At the top there are communications, speaker and lamps.

Berdasarkan data Cushman & Wakefield, tingkat rata-rata okupansi ruang kerja di Kawasan Pusat Bisnis Jakarta di kuartal pertama (Q1) tahun 2018 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, dari 80,85 persen menjadi 76,67 persen. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya pasokan tambahan di kuartal pertama tahun ini.

Harga sewa kotor bulanan ruang perkantoran telah menurun sebesar 6,67 persen menjadi 21.82 dollar AS per meter persegi dan diperkirakan akan tetap berada di bawah tekanan sepanjang tahun 2018. Tingkat kekosongan juga diperkirakan akan meningkat di tengah kesenjangan antara banyaknya pasokan dan rendahnya permintaan ruang perkantoran.

Di saat bersamaan, ketika terjadi gempuran pasokan bangunan perkantoran dan perubahan kultur kerja yang menekankan kepada fleksibilitas, bisnis coworking space atau ruang kerja bersama di Indonesia semakin dibutuhkan untuk mengisi kekosongan pasar.  Perkembangan tren coworking space sebagai sebuah revolusi karena hal tersebut merubah cara orang bekerja menjadi lebih fleksibel dan memberikan peluang untuk membangun networking.

“Pasar properti mesti menerima dan melihat perkembangan coworking space sebagai salah satu cara berbisnis, bukan sebagai gangguan di pasar real estate. Terutama untuk mengisi kekosongan di dalam pasar yang saat ini diisi oleh kelebihan pasokan (gedung perkantoran) dan masih dalam kondisi tenants market,” kata, Christopher Widyastanto, Associate Director Cushman & Herald.

Berbagai perusahaan coworking space, termasuk pemain-pemain besar di skala global, telah mulai menjajaki pasar Indonesia yang saat ini berpeluang besar. Christopher mengakui bahwa merger dan akuisisi dapat meningkatkan kekuatan perusahaan coworking space lokal di pasar domestik, namun ia menekankan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut harus memiliki identitas merek yang unik. Jika tidak, mereka akan dinilai tidak jauh berbeda dari ruang perkantoran tradisional dengan penataan co-working.

“Biasanya, perusahaan coworking space yang sukses memiliki beberapa lokasi perkantoran serta program-program dan berbagai keuntungan yang dapat ditawarkan kepada para anggotanya,” ujarnya.

Ia mencontohkan Cocowork sebagai salah satu pelopor ruang kerja bersama di Indonesia, telah sukses dalam memberikan keuntungan bagi para anggotanya dan membuka sejumlah kantor cabang di lokasi-lokasi strategis di ibu kota. “Cocowork juga memiliki pengalaman yang baik dalam bermitra dengan organisasi atau perusahaan semi-pemerintah di hampir semua kantor cabang dan hal tersebut memberikan kelebihan dibandingkan kompetitor mereka saat ini,” katanya.

Meskipun pasar untuk coworking space meningkat, Christopher menyatakan bahwa ruang perkantoran tradisional tetap diminati oleh sebagian kalangan. Untuk pemilik gedung perkantoran, coworking space dan ruang perkantoran tradisional dapat saling melengkapi satu sama lain. “Keduanya sangat penting sebagai inkubator perusahaan-perusahaan yang nantinya akan menyewa lebih banyak ruang di bangunan tersebut,” pungkasnya.

    Related