Peluang dan Tantangan Keberlanjutan di Tengah Perkembangan AI

marketeers article
Kevin Thompson, COO GESI. (Sumber: Marketeers/Ratu)

Era kecerdasan buatan (AI) saat ini menjadikan digitalisasi sebagai alat penting untuk mendorong keberlanjutan. Namun di sisi lain, kecanggihan teknologi ini juga dapat menciptakan tantangan lainnya dalam menjalani prinsip keberlanjutan.

Hal ini disampaikan oleh Kevin Thompson selaku COO Global Enabling Sustainability Initiative (GESI). Menurut Kevin, digitalisasi yang terjadi juga dapat membawa tantangan lainnya dalam isu keberlanjutan, terutama yang berkaitan dengan konsumsi energi dan emisi karbon.

“Salah satu sektor yang paling terdampak adalah data center, yang memainkan peran penting dalam mendukung teknologi AI, tetapi memiliki dampak lingkungan yang signifikan,” kata Kevin dalam acara Building Impactful Sustainable Outcomes yang berlangsung di Philip Kotler Campus, Jakarta pada Rabu (16/10/2024).

BACA JUGA Komitmen Kalbe lewat Inovasi Fasilitas Stem Cell dan Bioteknologi

Pasalnya, peningkatan penggunaan AI yang terjadi saat ini meningkatkan konsumsi energi secara drastis. Sebagai contoh, pencarian berbasis AI dapat mengonsumsi energi sepuluh kali lipat lebih banyak dibanding pencarian biasa.

“Perusahaan besar seperti Google dan Microsoft melaporkan peningkatan emisi karbon antara 13% hingga 30% akibat besarnya energi yang dibutuhkan untuk mengoperasikan teknologi ini,” ujar Kevin.

Tantangan lainnya yang menjadi kendala dalam mengelola kebutuhan energi yang meningkat akibat perkembangan AI, salah satunya industri data center. Kevin mengatakan industri data center yang kini berkembang pesat di Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Malaysia, harus menemukan cara untuk lebih efisien dan ramah lingkungan.

BACA JUGA iSeller AI Dorong Aktivitas Bisnis Berbasis Data di Kalangan UKM

“Di Malaysia, misalnya, jumlah data center diprediksi akan meningkat hampir 50% pada tahun 2025, yang artinya dapat menambah tekanan pada upaya keberlanjutan,” kata Kevin.

Untuk menjawab tantangan ini, Kevin menambahkan diperlukan kolaborasi antara sektor bisnis, sosial, dan pemerintah. Misalnya, inisiatif seperti European Green Digital Coalition yang bertujuan mengukur dampak digital terhadap keberlanjutan secara lebih akurat.

“Jadi, perusahaan dan organisasi yang ingin berbisnis di tingkat global, minimal, harus mulai melaporkan emisi karbonnya, energi yang digunakan, hingga sumber energi yang digunakan,” ucap Kevin.

Dengan kata lain, ke depannya, transparansi perusahaan dan organisasi dalam pelaporan emisi karbon akan makin penting. Kevin menambahkan khususnya dengan adanya regulasi baru seperti Corporate Social Responsibility Directive (CSRD).

Tantangan keberlanjutan di era AI mungkin besar, tetapi dengan inovasi teknologi dan kerja sama lintas sektor, masa depan yang lebih hijau masih bisa dicapai.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS