Indonesia, dengan populasi 278 juta jiwa, memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang tinggi menjadikan negara ini sebagai target pasar yang potensial.
Dalam menghadapi bonus demografi, pemberdayaan konsumen menjadi prioritas penting untuk memacu pertumbuhan ekonomi di sektor perdagangan.
BACA JUGA: Menteri Perdagangan Luncurkan Trade Expo Indonesia Ke-39
Konsumen yang berdaya memiliki pemahaman yang mendalam tentang produk dan jasa yang mereka beli serta hak-hak mereka selama transaksi.
“Pembentukan konsumen berdaya di era digital adalah tanggung jawab banyak pihak. Diskusi untuk mewujudkan konsumen yang berdaya sangat dibutuhkan,” kata Budi Primawan, Wakil Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) di Hotel Le Meridien Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).
BACA JUGA: Sinopsis Reclaim dan 3 Film tentang Perdagangan Manusia
Kemudahan akses informasi di era digital memungkinkan konsumen untuk mendapatkan informasi sebelum bertransaksi.
“Konsumen perlu memahami hak dan kewajibannya, seperti hak mendapatkan produk yang sesuai dan memastikan keamanan transaksi untuk menghindari kejahatan siber,” ujar Budi.
Pembangunan ekonomi tidak hanya terfokus pada pelaku usaha saja. Konsumen yang berdaya dengan daya beli kuat dan pemahaman tentang transaksi yang aman juga berperan besar.
“Peningkatan literasi konsumen digital membuat pasar lebih sehat dan stabil. Edukasi dan sosialisasi merespons perubahan pola aktivitas perdagangan digital,” ujar Chandrini Mestika Dewi, Direktur Pemberdayaan Konsumen Ditjen PKTN Kementerian Perdagangan.
Konsumen yang berdaya menciptakan permintaan pasar yang selaras dengan tumbuhnya produk lokal unggulan, memperkuat perekonomian nasional. Pemberdayaan konsumen kini lebih diutamakan daripada sekadar perlindungan.
Farid Suharjo, Deputy Chief Customer Officer Lazada Indonesia menyoroti tantangan mendewasakan pasar digital Indonesia. Konsumen yang masih baru dalam aktivitas ekonomi digital, membutuhkan literasi yang baik untuk memanfaatkan teknologi digital.
Farid menekankan pentingnya konsumen memahami setiap tahapan transaksi digital, mulai dari mencari produk, membaca deskripsi, membandingkan harga, hingga melakukan pembayaran.
“Fitur e-commerce dirancang untuk kemudahan, kenyamanan, dan ketenangan pikiran konsumen. Misalnya, fitur pengembalian barang dan pengembalian dana cepat memberikan rasa aman bagi konsumen,” tutur Farid.
Heru Sutadi, Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi untuk konsumen.
“Edukasi konsumen sama pentingnya dalam meningkatkan kualitas layanan dan pemenuhan hak konsumen oleh pelaku usaha,” ucap Heru.
Pada tahun 2024, pemerintah menargetkan Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) meningkat dari 57,04 menjadi minimal 60. Menyambut Indonesia Emas, diharapkan IKK mencapai angka di atas 80.
“Inovasi, kolaborasi, dan edukasi adalah kunci agar ekonomi digital berkembang, pelaku usaha mendapat keuntungan, dan konsumen terlindungi,” ujar Heru.
E-commerce sebagai bentuk ekonomi kerakyatan memungkinkan semua orang menjadi penjual produk atau jasa, menggerakkan ekonomi.
“Agar bisnis berkembang dan kepercayaan konsumen meningkat, semua stakeholder harus bekerja sama. E-commerce yang berkembang memberikan manfaat maksimal bagi semua,” tutur Heru.
Editor: Ranto Rajagukguk