Limbah dan sampah plastik belakangan menjadi masalah besar yang ada di bumi. Berbagai pencemaran timbul akibat limbah dan sampah plastik, termasuk menimbulkan kerusakan ekosistem baik di daratan mau pun di lautan.
Melihat kondisi yang makin menegnaskan ini, pemerintah China berkomitmen untuk mengurangi impor “limbah” mulai tahun depan. Dilansir dari reuters.com, Kementrian Lingkungan Hidup China mengatakan langkah ini diambil demi mengurangi polusi dan mendorong pendaur ulang untuk memaksimalkan volume sampah domestik yang kian melonjak.
Tahun lalu, Cina mengimpor limbah sebanyak 22.6 juta ton. Hal tersebut turun 47% dari tahun sebelumnya. Pada Desember 2018, Beijing juga berjanji untuk melarang impor lebih banyak varietas baja skrap, tembaga, dan alumunium.
“Cina akan semakin memperketat pembatasan impor limbah dan pada akhirnya bertujuan untuk mewujudkan impor limbah nol pada tahun 2020.” ucap Direktur Divisi Limbah Padat Kementrian Ekologi dan Lingkungan Qiu Qiwen.
Sejalan dengan China, negara-negara di Uni Eropa sepakat akan mengurangi limbah plastik. Pengurangan limbah plastik ini didasari oleh beberapa kasus seperti, matinya paus yang setelah ditelusuri ternyata banyak terdapat limbah plastik di dalam perutnya. Selain itu, sampah plastik yang ada di lautan terbilang cukup memprihatinkan karena jumlahnya mencapai 85%.
Negara-negara Uni Eropa pun dibebaskan untuk memilih cara mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Bisa dengan mengurangi penggunaan wadah makanan plastik dan gelas untuk minuman.
“Eropa menetapkan standar baru dan ambisius, membuka jalan bagi seluruh dunia,” ujar Wakil Presiden Komisi Eropa, Frans Timmermans.
Begitu juga di Indonesia. Berbagai langkah preventif juga dilakukan. Mulai dari menetapkan kantong plastik berbayar di setiap pusat perbelanjaan hingga pengurangan konsumsi sedotan plastik di berbagai restoran cepat saji. Semoga saja, upaya bersama ini bisa menyelamatkan bumi kita tercinta.
Editor: Sigit Kurniawan