Guna mendongkrak industri berbasis inovasi, pemerintah mendorong tujuh sektor industri untuk menjadi pionir penerapan industri 4.0 di Indonesia. Ketujuh sektor tersebut adalah industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, elektronik, farmasi, dan alat kesehatan.
Sebelumnya, hanya lima sektor yang menjadi pionir tanpa adanya sektor farmasi dan alat kesehatan. Namun, di tengan pandemi kedua sektor tersebut sedang mengalami permintaan yang sangat tinggi. Sehingga diperlukan pemanfaatan tekonologi dan inovasi.
Sementara itu, lima sektor prioritas awal, yaitu makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektronik sudah mampu memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional yang mencapai 60%.
Penerapan industri 4.0 tidak hanya diharapkan dapat menjaga keberlangsungan usaha sektor industri, tetapi juga dapat memacu daya saing. Salah satu strateginya adalah mendorong pemanfaatan teknologi digital seperti Artificial Intelligence (AI) agar bisa menghasilkan inovasi.
“Kalau kita lihat terminologi yang sederhana, AI mengganti fungsi manusia atau mesin dalam memproses informasi. Dengan menghasilkan machine language, semua data analitik bisa diproses, sehingga pengambilan keputusan bisa lebih cepat dan mengantisipasi kebutuhan atau permintaan pasar,” kata Taufiek Bawazier, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian.
Taufiek optimistis, apabila industri 4.0 terimplementasi dengan baik di ketujuh sektor tersebut, Indonesia akan menjadi bagian dari sepuluh negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030 sesuai dengan aspirasi dari Making Indonesia 4.0.
Penerapan industri 4.0 juga menjadi cara pemerintah dalam meraih cita-cita untuk menjadikan Indonesia sebagai negara penghasilan tinggi (high income country) pada tahun 2045.
“Tentunya percepatan sasaran itu perlu ditopang dengan keseiapan dari sektor industri dan dibutuhkan SDM yang kompeten,” tutup Taufiek.
Editor: Ramadhan Triwijanarko