Inklusi keuangan menjadi salah satu kunci dalam pertumbuhan ekonomi. Inklusi ini bisa dibangun dengan beragam cara. Saat ini, pemulihan ekonomi Indonesia terus menunjukkan tren positif. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2021 hanya terkontraksi sebesar -0,74% (yoy), membaik dibandingkan kuartal sebelumnya.
Perbaikan kondisi ekonomi pada kuartal pertama ini tentu saja tak terlepas dari intervensi kebijakan yang dilakukan pemerintah. Konsumsi rumah tangga meski masih terkontraksi tetapi membaik dibandingkan kuartal sebelumnya. Di saat yang sama, produsen merespons perbaikan permintaan domestik dengan meningkatkan produksi melalui investasi.
Pemerintah terus bersinergi membangun optimisme dan menjaga momentum pemulihan ekonomi dengan mengendalikan Covid-19 melalui PPKM Mikro dan vaksinasi. Juga dengan dukungan stimulus fiskal serta reformasi struktural UU Cipta Kerja. Diharapkan proses pemulihan ekonomi nasional dapat dipercepat dan pertumbuhan inklusif dapat dicapai.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia sebanyak 229 juta jiwa, memiliki posisi strategis dalam mengembangkan keuangan syariah global. “Beberapa dukungan pemerintah dalam pengembangan ekonomi syariah, yaitu mendorong pembangunan ekonomi dan industri halal, mendorong kerja sama perdagangan produk halal, serta harmonisasi standar dan akreditasi halal global,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam webinar pekan lalu.
Pada masa pandemi, kinerja perekonomian sektor halal mampu menunjukkan kinerja lebih baik dibandingkan perekonomian nasional semasa COVID-19. Pada tahun 2020, pertumbuhan halal value chain terkontraksi sebesar -1,72%, lebih rendah dibanding kontraksi pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar -2,1%.
“Koordinasi dan sinergi harus terus dipertahankan dan diperkuat dalam mendukung inklusi keuangan bagi pesantren,” tutur Menko Airlangga.
Inklusi keuangan di Indonesia terus mengalami peningkatan. Kepemilikan akun pada tahun 2020 sebanyak 61,7% meningkat dibandingkan tahun 2018 yang sebesar 55,7%. Sementara, penggunaan akun sebanyak 81,4% pada tahun 2020. Hal ini sejalan dengan upaya yang telah Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) dalam pencapaian target inklusi keuangan sebesar 90% pada tahun 2024.
Namun demikian, inklusi keuangan syariah menurun dari 11,1% pada tahun 2016 menjadi 9,1% pada tahun 2019. Tapi, literasi keuangan syariah naik dari 8,11% menjadi 8,93%. Indonesia sebagai negara muslim terbesar, sehingga menunjukkan bahwa program inklusi keuangan syariah ini masih banyak ruang atau peluang untuk tumbuh lebih tinggi.
Pelaku usaha mikro dan kecil dan masyarakat lintas kelompok yang di dalamnya merupakan pelajar, santri, mahasiswa dan pemuda merupakan kelompok sasaran Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Kelompok sasaran ini diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.
Potensi ekonomi pondok pesantren (ponpes) juga sangat besar dengan jumlahnya di Indonesia mencapai 28.194 pesantren pada tahun 2020. Fungsi ponpes sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2019 tentang pesantren tidak terbatas hanya untuk pendidikan dan dakwah, namun juga untuk pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat di lingkungan sekitarnya.