Pemerintah Sederahanakan Regulasi Geothermal untuk Naikkan ROI 1,5%
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan penyederhanaan regulasi pengembangan pengembangan energi bersih, salah satunya panas bumi. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan return of investment (ROI) bisnis geothermal hingga 1,5%.
Eniya Listiani Dewi, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM menjelaskan langkah ini dilakukan lantaran panas bumi dinilai menjadi elemen kunci dalam upaya mencapai transisi energi yang ramah lingkungan. Dia bilang panas bumi merupakan sumber energi bersih yang stabil dan mampu memenuhi kebutuhan listrik nasional secara konsisten.
BACA JUGA: Dirut Pertamina Optimistis Geothermal Jadi Pijakan Kedaulatan Energi di RI
“Kami juga telah menyederhanakan regulasi perizinan dan menaikkan return of investment (ROI) dan internal rate of return IRR (IRR) hingga 1,5%,” kata Eniya melalui keterangan resmi, Kamis (14/11/2024).
Selain meningkatkan ROI, penyederhanaan kebijakan dilakukan untuk mendorong pengembangan energi panas bumi yang sangat melimpah di Indonesia. Pasalnya, hingga sekarang penggunaan energi panas bumi masih sangat terbatas.
BACA JUGA: Pertamina Geothermal Energy Raih Rating Tertinggi dari Sustainalytics
“Potensi di Indonesia sangat besar, dengan posisi strategis yang memiliki potensi panas bumi lebih dari 23 gigawatt. Di mana saat ini baru dimanfaatkan sekitar 2,5 gigawatt atau sekitar 11%,” ujarnya.
Sementara itu, Julfi Hadi, Chief Executive Officer (CEO) PT Pertamina Geothermal Energi Tbk (PGEO) menambahkan panas bumi berperan sebagai sumber daya yang stabil untuk menopang pertumbuhan ekonomi hingga 8%, sesuai dengan target pemerintah. Panas bumi adalah salah satu sumber energi yang terbukti untuk bisa menjadi baseload sehingga harus membangunnya sekarang.
“Apalagi, dengan rencana pertumbuhan ekonomi yang ditopang dari industri hilirisasi serta manufaktur, membutuhkan pasokan listrik yang stabil dan bersih. Panas bumi merupakan jawabannya,” katanya.
Julfi menambahkan PGEO berambisi untuk mencapai kapasitas panas bumi hingga 1,5 GW pada tahun 2030. Untuk mencapai target ini, PGEO telah menyusun strategi investasi yang kuat.
“Pengembangan ini membutuhkan investasi hingga US$ 50 juta dengan kalkulasi pertumbuhan kapasitas pembangkit panas bumi hingga 10,5 GW,” ucapnya.
Untuk menarik lebih banyak investasi di sektor panas bumi, Pertamina menerapkan model risiko yang lebih rendah. Salah satu teknologinya, yaitu Electrical Submersible Pumps, dikembangkan untuk mengurangi risiko eksplorasi panas bumi.
“Pompa akan menghasilkan peningkatan produksi bahkan di sumur subkomersial dan juga di pembangkit listrik. Katakanlah dulunya, mengembangkan sektor geothermal itu butuh 10 tahun, sekarang bisa dikembangkan dalam lima tahun,” kata Julfi.
Editor: Ranto Rajagukguk