Pendanaan Fintech di ASEAN Tembus US$ 3,5 Miliar, Indonesia Terbesar Kedua
UOB, PwC Singapore, dan Singapore FinTech Association (SFA) melaporkan pendanaan ke financial technology (fintech) di Asia Tenggara (ASEAN) naik tiga lipat pada sembilan bulan pertama tahun 2021 dibandingkan periode yang sama tahun 2020. Pada periode tersebut, jumlah pendanaan mencapai US$ 3,5 miliar atau setara Rp 49,8 triliun (kurs Rp 14.248 per US$).
Head of Group Channels and Digitalisation UOB Janet Young mengatakan, capaian tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah berkembangnya fintech. Adapun rebound dalam pendanaan fintech didorong oleh 167 kesepakatan, termasuk 13 putaran besar yang menyumbang US$ 2 miliar dari total pendanaan. Sebagian besar investor menunjukkan minat yang kuat terhadap perusahaan fintechs tahap akhir dan berkomitmen mendukung 10 dari 13 mega rounds atau putaran besar tahun ini.
“Bergairahnya kembali investasi di industri fintech di ASEAN telah mendorong pendanaan hingga US$ 3,5 miliar tahun ini. Melihat rebound yang kuat, peluang untuk menjalin kemitraan yang bersifat saling menguntungkan (win-win-win) antara industri perbankan, perusahaan fintech dan pemain platform ekosistem dan perluasan di seluruh kawasan akan tetap berperan dalam mendorong pertumbuhan perusahaan fintech yang berkelanjutan,” ujar Janet melalui keterangannya, Senin (15/11/2021).
Menurutnya, tren ini menandakan adanya pergeseran strategi investor di beberapa negara di ASEAN. Mereka mengambil pendekatan yang lebih berhati-hati dan menghindari risiko dalam mendukung perusahaan yang sudah mapan dan dipandang memiliki peluang lebih besar untuk bangkit dan menjadi lebih kuat dari pandemi COVID-19. Dengan meningkatnya pemanfaatan pembayaran digital di ASEAN, investor menaruh kepercayaan mereka pada fintech tahap akhir dari sektor pembayaran dan juga menyuntikkan dana dalam jumlah tertinggi kepada perusahaan-perusahaan tersebut.
Janet menambahkan, perusahaan-perusahaan yang berbasis di Singapura terus menarik pendanaan terkuat di ASEAN dan menguasai hampir setengah atau 49% dari total 167 kesepakatan senilai US$ 1,6 miliar dalam pendanaan. Hal ini termasuk enam putaran besar atau megarounds senilai total US$ 972 juta.
Tahun ini, Indonesia mempertahankan posisi kedua dengan memperoleh pendanaan sebesar US$ 904 juta atau 26%. Diikuti Vietnam yang melonjak tajam menjadi US $375 juta dalam pendanaan atau 11% sebagai hasil dari dua putaran besar.
“Perusahaan fintech di Singapura dan Indonesia menerima pendanaan di hampir setiap kategori. Sebuah indikasi industri yang dinamis dan berkembang dengan adegan investasi yang aktif,” ujarnya.
Sementara itu, Presiden SFA Shadab Taiyabi menyambut baik perkembangan industri fintech di ASEAN. Salah satu pendorong utama kebangkitan ini adalah pandemi yang telah mempercepat adopsi digital di Singapura dan di seluruh kawasan, serta mendorong peningkatan pembayaran digital dan mempercepat peralihan menuju kanal digital di sektor jasa keuangan.
Secara khusus, Singapura telah mencatatkan pendanaan paling kuat karena didukung oleh semakin banyaknya FinTech yang ingin mendirikan kantor pusat mereka di negara tersebut berkat adanya dukungan regulasi yang kuat, peluang untuk kolaborasi pada tingkat kawasan, serta ekosistem investor yang berfokus pada perusahaan rintisan (startup) yang terus berkembang.
“SFA tetap berkomitmen dalam mendukung dan memfasilitasi ekosistem fintech guna mendorong peluang baru bagi perusahaan-perusahaan untuk berkolaborasi, terhubung, dan berkreasi bersama,” tuturnya.
Editor: Eko Adiwaluyo