Agritech, Jawaban Tepat untuk Tantangan Sektor Pertanian dan Pangan

marketeers article
Zulfriandi, Direktorat Pangan dan Pertanian Kemen PPN/Bappenas RI. (FOTO: Marketeers/Bernad)

Penerapan agritech atau agricultural technology diyakini bisa menjadi jawaban untuk mengatasi tantangan di sektor pertanian Indonesia. Karena, teknologi tersebut mampu mengatasi sejumlah persoalan krusial secara sekaligus.

Zulfriandi, Direktorat Pangan dan Pertanian Kemen PPN/Bappenas RI pun melihat agritech sebagai solusi di sektor ini kedepannya. Salah satunya karena regenerasi petani di Indonesia terganjal banyak tantangan.

Meski sudah diintervensi oleh pemerintah, kalangan muda yang mau menggeluti profesi sebagai petani muda juga tak banyak. Selain itu, permintaan akan stok pangan akan terus meningkat di mana adanya pertambahan jumlah penduduk maka bertambah pula kebutuhan pangan.

Bila dua hal ini bersilang, maka keduanya akan menciptakan gap, atau jenjang, akibat kurangnya petani dan tingginya kebutuhan stok pangan. “Kami melihat potensi agritech ini adalah salah satu yang bisa mengisi gap tersebut,” kata Zulfriandi di Jakarta, Kamis (8/8/2024).

BACA JUGA: BELLA Awards: Apresiasi ACSB Terhadap Kontribusi Perempuan di Sektor Pertanian

Selain itu, Zulfriandi mengatakan ada tantangan lain dalam sektor pertanian di Indonesia. Perubahan iklim yang terjadi secara global juga berpengaruh terhadap masa tanam dan masa panen di Indonesia.

Kemudian, biodiversitas di Indonesia juga terancam akan mengalami kepunahan. Ia menekankan, kurang lebih ada 1 juta spesies  yang terancam akan punah.

Penurunan biodiversitas ini dipercepat dengan adanya polusi lingkungan dan udara. Karenanya, polusi jadi tantangan ketiga di sektor ini.

Guna mengatasi banyaknya kendala tersebut, penerapan agritech diharapkan menjadi jawaban sehingga dorongan untuk menggunakan teknologi pertanian di Asia semakin besar.

Asia sendiri diperkirakan akan meningkatkan pengeluarannya untuk makanan lebih dari dua kali lipat dari US $ 4 triliun pada tahun 2019 menjadi lebih dari US$ 8 triliun pada tahun 2030.

Penggunaan teknologi ini didorong oleh keterbatasan pertanian tradisional, populasi kelas menengah yang berkembang pesat di Asia, serta selera konsumen yang semakin meningkat akan pilihan makanan yang lebih berkualitas, segar, dan bernutrisi.

BACA JUGA: Jakarta Aquarium & Safari Hadirkan Satwa Akuatik, Anjing Laut

Teknologi pertanian telah menjadi solusi untuk memperbaiki cara bertani sehingga menghasilkan hasil panen yang lebih banyak dan berkualitas serta lebih produktif.

Di Asia Tenggara, kawasan ini telah menjadi rumah bagi lebih dari 270 perusahaan start-up teknologi pertanian, tumbuh secara signifikan dengan lebih dari US$ 3,6 miliar yang diinvestasikan antara tahun 2013 dan 2022.

Percepatan adopsi agritech di Asia Tenggara juga memungkinkan ekosistem agrifoodtech di kawasan ini untuk tumbuh dengan laju pertumbuhan kumulatif tahunan sebesar 54%, melampaui pertumbuhan kumulatif tahunan 13% yang dicatat oleh ekosistem perusahaan start-up global antara tahun 2019 dan 2022.

Tren investasi ini mencerminkan komitmen berkelanjutan Asia Tenggara terhadap inovasi teknologi pangan, dengan fokus pada otomatisasi, protein alternatif, pertanian dengan lingkungan yang terkendali, dan dekarbonisasi untuk produksi pangan yang lebih berkelanjutan dan efisien.

Ragam update terkati teknologi ini pun akan banyak diungkap dalam Agri-Food Tech Expo Asia (AFTEA), yang akan digelar pada 19-21 November 2024 di Sands Expo & Convention Centre, Singapura. Tahun ini, AFTEA akan mendalami tiga aspek utama dari bisnis agroteknologi yakni Inovasi, Keamanan, dan Keberlanjutan. 

Editor: Eric Iskandarsjah

Related

award
SPSAwArDS