Angka penderita HIV/AIDS di Indonesia kian bertambah. Kementerian Kesehatan RI menunjukkan jumlah pengidap HIV di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 52% dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Sayangnya, peningkatan jumlah penyakit seksual menular itu tidak seiring dengan pertumbuhan jumlah penggunaan kondom sebagai salah satu alat mencegah tersebarnya virus HIV/AIDS.
Faraz Shamsi, Marketing Director Reckitt Benckisser Indonesia mengatakan, penetrasi kondom di Indonesia baru 2,5%. Cukup kecil jika dibandingkan dengan populasi Indonesia yang berjumlah kurang lebih 240 juta jiwa.
“Salah satu penyebab rendahnya penggunaan kondom di masyarakat karena orang merasa kenikmatan dan sensasi saat berhubungan seks menjadi berkurang,” ujar Fariz dalam konferensi pers #CondomEmoji di Jakarta, Jumat (27/11/2015).
Padahal, kondom dibuat seelastis dan tahan lama, sehingga tidak menghilangkan sensitivitas dari aktivitas seks itu. Kendati demikian, penjualan kondom di dalam negeri meningkat 10% year-on-year, yang artinya kesadaran menggunakan kondom mulai meningkat.
“Namun, di saat yang sama, angka HIV juga meningkat. Ini menjadi peringatan besar, tidak hanya bagi kami, tapi juga pemerintah, untuk bersama-sama menekan angka HIV,” ujar Faraz.
Penggunaan kondom tidak hanya berfungsi mengurangi risiko penularan Infeksi Menular Seksual (IMS), namun juga risiko kehamilan yang tidak diinginkan. Fariz mengutip data BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) yang menyebut penggunaan kondom kalah populer di banding alat kontrasepsi lain, seperti pil KB, suntik KB, ataupun Intrauterine Device (IUD).
“Padahal, kondom lebih murah dan terjangkau, serta tidak menimbulkan efek samping,” tandasnya.
Sebagai pihak yang memproduksi merek kondom Durex, Faraz mengaku regulasi di Indonesia mempersempit ruang gerak dalam beriklan dan menjual produk. Alhasil, perusahaannya perlu berhati-hati dalam melakukan pemasaran dan edukasi kondom kepada masyarakat luas.
“Kami tidak boleh beriklan di atas jam 11 malam. Namun, kami hargai aturan tersebut yang menuntut kami berpikir inovatif dan kreatif dalam melakukan kampanye pemasaran,” tuturnya. Dia juga menambahan Durex tidak bisa mengikuti 100% materi iklan dari global yang lebih eksplisit. “Kami harus mengemas dalam gaya lokal,” katanya.
Durex baru saja melakukan kampanye #CondomEmoji, mengajak netizen untuk mendukung adanya emoji kondom pada aplikasi pesan singkat, sebagai bentuk kesadaran mengenai seks yang aman.
Editor: Sigit Kurniawan