Apa yang kamu dapatkan dari alam, haruslah ditanam kembali. Begitulah warisan kata-kata yang diperoleh Martha Tilaar dari mendiang eyangnya. Prinsip hidup itu selalu diingat dan diterapkannya hingga kini. Tak hanya cantik parasnya, Martha Tilaar juga menunjukkan kecantikan hatinya. Saat bertemu dengan perempuan kelahiran tahun 1937 ini beberapa waktu lalu, Marketeers mendapatkan sepenggal cerita yang layak untuk dijadikan pelajaran berharga darinya.
Suatu ketika, begitu Martha bercerita, ia tengah berada di Hongkong. Ada seorang perempuan berteriak-teriak memanggil namanya. Martha sontak kaget dan ketakutan. Ia khawatir dianggap pencopet oleh orang-orang yang ada di sekitarnya saat itu. Tak disangka, ternyata perempuan itu adalah salah satu konsumen dari produk kecantikan besutannya. Martha pun merasa lebih tenang. “Bu, bolehkah saya curhat?” kata perempuan itu.
Lantas, perempuan itu mengeluarkan album foto dari tasnya. “Enam belas tahun saya dijual oleh bapak dan ibu saya,” ungkap perempuan itu lirih. Perempuan itu bercerita bahwa orangtuanya adalah buruh tani yang kesulitan menghidupi tujuh orang anaknya. Ia hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat tiga sekolah dasar. “Saya tidak tahu ke mana saya dibawa oleh orang yang tidak saya kenal,” ungkap perempuan itu kepada Martha.
Hingga akhirnya, perempuan itu dijual sampai ke Hongkong. Ia pun menetap dua tahun lamanya di sana. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, perempuan itu divonis terkena HIV. Mendengar cerita perempuan itu, Martha Tilaar merasa sedih. Saat bercerita kepada Marketeers tentang perempuan ,malang ini, mata Martha tampak berkaca-kaca. Tangannya terus menyeka pelupuk matanya. Menurutnya, pertemuan dengan perempuan itu sungguhlah membekas di ingatannya.
Cerita itu menjadi semangat Martha untuk bisa berkontribusi bagi para perempuan di Indonesia. Kebetulan, Martha juga tengah meluncurkan produk spa yang sangat diterima oleh pasar. Martha pun bekerjasama dengan hotel-hotel di Kuta, Bali selama 15 tahun.
Martha telah mendidik sekitar 4.500 perempuan dari seluruh penjuru Indonesia. Kebanyakan dari mereka adalah masyarakat kelas menengah ke bawah yang rawan menjadi korban perdagangan perempuan. Martha pun mendidik mereka secara gratis selama enam hingga delapan bulan. Ia membuatkan Balisari Spa & Training untuk mereka.
Suatu ketika LSM dari Perancis pun mengunjunginya. Martha pun mengajaknya ke Kampung Djamu Organik. Dari sanalah, Martha ditunjuk untuk menjadi salah satu pendiri Global Compact, perwakilan dari Indonesia. “Dari hal yang kecil, bila melakukannya dengan tulus hati, pasti akan diberkati,” kata Martha.