Pengamat: Lembaga Perlindungan Data Pribadi Harus Independen

marketeers article
Pengamat: Lembaga Perlindungan Data Pribadi Harus Independen (FOTO:123RF)

Pembahasan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) memasuki masa sulit ketika memutuskan otoritas atau lembaga yang mengatur, mengawasi, dan mengendalikan perlindungan di Indonesia. Ada keinginan agar lembaga ini berada di bawah Kementerian Kominfo RI, namun banyak juga suara yang menginginkan lembaga ini independen. Memang masing-masing pilihan akan ada pro dan kontra.

Menurut Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Indonesia ICT, lembaga perlindungan data pribadi akan juga mengatur, mengawasi, dan mengendalikan data bukan hanya di privat, publik, namun juga Kementerian/Lembaga. Sehingga, lembaga ini haruslah independent regulatory body.

“Kalau di bawah Kementerian, khawatir nasibnya bisa seperti BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) yang gampang dibubarkan. Sementara itu, kalau khawatir lembaga independen tidak berpihak pada pemerintah, maka bisa saja diatur dalam lembaga independen tersebut harus ada unsur pemerintah. Itu sudah biasa dan ada beberapa lembaga seperti Komisi Informasi Pusat,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/7/2022).

Menurutnya, data merupakan sumber daya baru sebuah bangsa, bahkan menjadi mata uang baru (new currency), sehingga perlu diatur, dijaga dan dikendalikan penggunaannya. “Dan karena Indonesia merupakan negara dengan perlindungan data pribadi yang belum kuat, maka kita memerlukan sebuah UU yang dapat memberikan perlindungan maksimal terhadap warga negara sebab ini akan menyangkut kepentingan, rakyat, bangsa, dan negara,” katanya.

Eks Komisioner BRTI tersebut mengatakan bahwa perlindungan maksimal dikedepankan karena dalam beberapa waktu, masyarakat semakin sering mendengar adanya kecoboran data pribadi lewat berbagai aplikasi, penyalahgunaan, maupun jual-beli data pribadi rakyat Indonesia di dark web.

“Sehingga, secara substansi, UU PDP ini nantinya harus dapat menjawab tantangan-tantangan tersebut. Bahkan perlu disimulasi, dengan perkembangan teknologi seperti metaverse atau internet of things, akan potensi penyalahgunaan data pribadi dan bagaimana kita mengaturnya dalam UU PDP,” tukasnya.

Berdasar data We are Social, tahun 2022 pengguna internet Indonesia mencapai 204,7 juta, pengguna ponsel 370,1 juta dan pengguna aktif media sosial berjumlah 191,4 juta. Kecepatan penyelesaian RUU PDP untuk menjadi showcase pada G20 mendatang sah-sah saja, namun tetap jangan melupakan substansi isi UU PDP dan lembaga perlindungan data pribadi.

“Substansi RUU PDP yang bisa menjawab persoalan tata kelola data yang ada saat ini dan mampu menjawab tantangan ke depan, serta otoritas perlindungan data juga akan sama pentingnya dengan akselerasi UU PDP,” pungkasnya.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related