Penerapan psikologi marketing berorientasi untuk menyentuh hal paling mendasar dari manusia, yaitu mental atau psikologis. Pendekatan psikologis ini berusaha untuk mepengaruhi berbagai pengambilan keputusan dalam kehidupan manusia, salah satunya keputusan pembelian suatu barang.
Iwan Setiawan, CEO Marketeers menjelaskan mengenai alasan mengapa psikologi marketing masih tetap relevan untuk dilakukan saat ini. Alasan utama, yaitu attention span atau kapasitas manusia untuk mencerna informasi saat ini sangat terbatas hanya dalam 8 detik.
Hal ini karena terlalu banyaknya informasi yang didapat setiap harinya. Singkatnya attention span manusia ini mendorong orang untuk dapat melakukan pengambilan keputusan secara cepat.
Untuk merespons fenomena ini, marketer biasanya dapat menerapkan konsep nudge sebagai dorongan bagi seseorang (pelanggan) untuk melakukan pengambilan keputusan secara cepat.
“Nudge ini adalah dorongan-dorongan kecil yang kita buat sebagai orang marketing untuk mempengaruhi pelanggan-pelanggan kita memutuskan secara cepat dan sesuai dengan harapan kita,” kata Iwan dalam program Analisis di kanal Youtube Marketeers TV.
Sebagai contoh adalah konsep environmental cues yang biasa diterapkan di toilet pria dengan memberikan gambar lalat di urinoir agar seseorang yang ingin membuang air kecil dapat mengarahkannya ke gambar lalat tersebut. Contoh lainnya adalah marka atau garis yang ditempel di jalur antrean pada masa pandemi.
Hal ini mendorong orang untuk dapat melakukan antre sesuai dengan marka tersebut sehingga terjadi physical distancing. Iwan membagikan lima teknik psikologi marketing berbentuk nudge sebagai strategi pemasaran taktis dan sederhana.
1. Social Proof
Social proof yaitu orang cenderung akan mengikuti apa yang dilakukan oleh orang banyak. Sebagai contoh dua restoran, yang satu memiliki antrean panjang dan yang satunya lagi sepi pengunjung.
Secara psikologis, orang akan lebih memilih restoran yang ramai pengunjung meskipun harus rela mengantre panjang.
“Alasan utama yang terbangun adalah tidak mungkin jika orang yang antre tersebut keliru memilih restoran, sehingga saya akan lebih percaya dengan pilihan orang banyak tersebut,” ujar Iwan.
Salah satu startup yang menerapkan hal ini adalah Gojek yang mencantumkan berapa banyak pengguna, mitra driver dan Gofood. Dengan ini, Gojek ingin menunjukkan bahwa layanannya sudah digunakan oleh banyak orang dan terbukti sudah dipercaya oleh masyarakat Indonesia.
Di era digital, customer review sangat berpengaruh untuk menciptakan social proof dalam psikologis masyarakat. Review yang baik dalam jumlah banyak akan menunjukkan reputasi produk, begitu pun sebaliknya.
BACA JUGA: Personalized Marketing: Setiap Konsumen Ingin Kebutuhannya Dimengerti
2. Loss Aversion
Teknik nudge loss aversion adalah orang cenderung takut kehilangan sesuatu daripada keinginan mereka untuk mendapatkan sesuatu.
“Pain lebih penting daripada gain. Mereka lebih takut kehilangan daripada mendapatkan sesuatu yang lebih. Contoh paling sederhana adalah Flash Sale karena orang cenderung takut kehilangan momentum diskon besar-besaran, sehingga buru-buru untuk melakukan transaksi,” ujar Iwan menjelaskan contoh dari teknik loss aversion.
Contoh lainnya adalah iklan asuransi yang cenderung menampilkan risiko-risiko buruk yang bisa orang alami jika orang tersebut tidak memiliki asuransi. Hal ini memengaruhi psikologis orang sehingga menjadi takut kehilangan orang tersayang.
Dalam dunia properti, teknik ini juga diberlakukan dengan mengampanyekan istilah “Senin harga naik!” agar calon pembeli terdorong untuk melakukan pembelian pada hari tersebut, tanpa menunda.
3. Anchoring
Teknik psikologi marketing ini menggunakan pendekatan bahwa orang cenderung menilai sesuatu berdasarkan sebuah referensi atau reference point. Sebagai contoh penulisan harga mahal yang dicoret menjadi harga potongan yang jauh lebih murah, seperti harga Rp 500.000 dicoret ke Rp 100.000.
Calon pembeli yang melihat harga ini akan merasa bahwa sangat untung karena potongan tersebut. Contoh lain adalah ketika seorang sales sedang bernegosiasi dengan klien, sales tersebut bisa menetapkan harga yang tinggi terlebih dahulu.
Harga tinggi tersebut disebut anchor. Dengan begitu, client juga akan menawar dengan harga yang tidak terlalu rendah dari harga tersebut.
Hal ini juga diberlakukan oleh Starbucks dengan menawarkan minuman berbagai ukuran gelas, mulai dari short, tall, grande, dan venti. Setiap pembelian ukuran gelas yang jauh lebih besar, Anda hanya perlu menambahkan beberapa ribu rupiah saja.
Dengan begitu, orang cenderung akan membeli ukuran yang besar dengan hanya menambahkan sedikit biaya saja. Strategi ini memberikan keuntungan bagi pihak Starbucks.
BACA JUGA: 7 Tips Membangun Brand Attraction dengan DNA Brand yang Kuat
4. Framing
Teknik psikologi marketing selanjutnya adalah framing yang mana satu produk yang sama dikomunikasikan dengan dua gaya yang berbeda, sehingga menciptakan influence yang berbeda. Orang biasanya terpengaruh bagaimana caranya mem-present sebuah produk atau informasi.
Contoh dari psikologi marketing ini adalah cendol A yang disajikan dengan gelas dan sedotan plastik akan berbeda dengan cendol B yang disajikan menggunakan gelas kaca yang sangat fancy, ditambahkan topping, dan juga hiasan.
Cendol A akan dilihat sebagai minuman yang affordable dan murah, sedangkan cendol B akan dinilai sebagai minuman mahal yang bisa Anda jual tiga kali lipat dari harga cendol A. Hal ini akan menguntungkan Anda dari segi pendapatan.
“Bagaimana cara kita mem-present atau cara menyajikan sebuah produk yang sebetulnya sama, itu akan menciptakan frame yang berbeda. Itulah yang disebut dengan framing,” tutur Iwan.
5. Commitment
Psikologi marketing berbentuk nudge ini menggunakan pendekatan saat orang lebih ingin melakukan tindakan ketika mereka sudah terlanjur berkomitmen sebelumnya. Contoh paling umum adalah loyalty card supermarket yang membuat Anda cenderung ingin berbelanja di tempat itu saja.
Contoh lain adalah gym membership yang umumnya cukup mahal membuat Anda terikat dan terpaksa untuk berkomitmen dengan rajin mendatangi tempat gym tersebut. Jika Anda tidak datang, maka secara psikologis, Anda akan merasa rugi jika tidak datang menikmati fasilitas yang sudah Anda bayar di awal.
Hal ini juga berlaku dengan produk yang memiliki model bisnis subscription seperti Netflix atau Spotify. Jika tidak memaksimalkan layanan yang sudah dibeli, Anda akan rugi karena pengeluaran yang sudah dikeluarkan sebelumnya.
Demikianlah penjelasan lengkap mengenai psikologi marketing beserta penerapannya yang dijelaskan oleh Iwan Setiawan sebagai CEO dari Marketeers. Anda dapat memilih teknik mana yang paling sesuai dengan produk Anda.
Jangan lupa untuk memahami terlebih dahulu psikologis konsumen apa yang ingin Anda sentuh agar strategi marketing Anda tepat sasaran dan menghasilkan penjualan. Lakukanlah analisis yang mendalam agar teknik tersebut efektif dan efisien.
BACA JUGA: Empathy Map: Human-Centered Design, Lebih Dekat dengan Pelanggan
Editor: Ranto Rajagukguk