Tahun ini merupakan tahun yang penuh dengan sentimen yang menciptakan kondisi psikologis di industri properti. Sentimen pada kondisi politik dan ekonomi turut memengaruhi perilaku investor yang hendak berinvestasi di sektor tersebut.
“Sentimen itu lebih terlihat di sektor apartemen, khususnya bagi investor individual,” papar Ferry Salanto, Senior Associate Director Colliers International Indonesia.
Sentimen yang kurang begitu cemerlang itu dapat dilihat dari proyeksi suplai. Pada awal tahun 2018, para pengembang sepakat menyelesaikan seluruh proyeknya tahun ini yang jumlahnya mencapai 25.410 unit.
Akan tetapi, karena penjualan yang seret, pengembang akhirnya merevisi target menjadi 19.883 unit. “Ini dinamika pasar apartemen. Jadi, bisa berubah sesuai kondisi di lapangan. Banyak proyek yang menghentikan aktivitas penjualan dan menunda ground breaking,” ujar Ferry.
Dia melanjutkan, sebenarnya sejak tahun 2014, pengembang sudah mulai skeptis mengenai pasar properti, khususnya apartemen. Hal itu bisa diamati dari suplai unit apartemen yang sudah dipasarkan, namun fisiknya belum ada. Tiap tahun, proyek apartemen yang diperkenalkan terus menurun.
“Pada tahun 2015, jumlah proyek yang terserap hanya 25% dari total yang ada. Pada tahun 2016, menurun jadi seperempatnya,” kata dia.
Penjualan lesu tentunya mempengaruhi harga jual. kenaikan harga jual apartemen atau yield sekarang ini hanya 3% per tahun. Itu pun ditaksir akan terus terjadi hingga akhir tahun 2019. Bandingkan pada tahun 2014 ke belakang, yield bisa meningkat 16%.
Ferry mengakui, pertumbuhan yield yang tak setinggi sebelumnya membuat mereka mengurungkan niat untuk membeli apartemen, khususnya para investor.
“Dengan harga yang rendah, pasar rental juga tidak terlalu aktif. Volume dari penyewa yang masuk belum bisa mengimbangi produk-produk baru di pasaran,” papar dia.
Editor: Sigit Kurniawan