Kemampuan berwirausaha atau entrepreneurship menjadi salah satu nilai yang belakangan ditanamkan oleh perguruan tinggi kepada para mahasiswanya. Tidak hanya mendorong para calon sarjana untuk mengembangkan aspek keilmuan, pihak kampus mulai memperhatikan kesiapan mereka ketika sudah meraih kelulusan.
Aplikasi pengembangan nilai kewirausahaan pada mahasiswa, dapat ditumbuhkan melalui beragam upaya. Salah satunya, dengan membangun kurikulum yang mendorong mereka agar mau mempelajari peluang usaha di masa yang akan datang.
Sorotan mengenai pengembangan entrepreneurship bagi para mahasiswa muncul dalam acara Marketeers Goes to Campus ke-33 pada Sabtu (20/11). Dalam acara tersebut, hadir dua narasumber yang juga menjabat sebagai kepala perguruan tinggi, yakni Prof. Dr. Ir. Wahyuddin Latunreng, MM, Rektor Institut STIAMI dan Dra. Sudaru Murti, M.Si, Ketua STIKOM Yogyakarta.
Menanggapi sorotan pengembangan kemampuan berwirausaha dalam diri mahasiswa, Sudaru menyebut pihak kampus dapat menyiapkan kurikulum serta dukungan memadai. Bahkan, bisa saja dalam perjalanannya memberikan dorongan serta arahan selain berupa asupan teori semata.
“Walaupun mahasiswa punya bakat(berwirausaha), tanpa diasah atau dilatih tidak akan memiliki kepekaan. Sehingga, talentanya tidak mungkin muncul. Pembelajaran juga tentunya harus dilengkapi tentang pemahaman untuk menangkap kebutuhan marketnya seperti apa,” ujar Sudaru
Di sisi lain, mahasiswa yang sudah memiliki kemauan untuk membangun usaha sendiri cenderung membutuhkan waktu lebih singkat dalam memahami teori dan pengajaran di kampus. Sehingga, banyak perguruan tinggi sudah menyiapkan program yang fokus memberikan pengajaran yang dapat dipraktikkan mahasiswa di lapangan.
“Jangan memberikan pelatihan kepada mahasiswa yang sama sekali belum pernah mempunyai usaha, karena pasti prosesnya lama. Sementara, bagi mereka yang sudah berpengalaman dilatih secara singkat saja akan memberi pengaruh, apalagi saat ini banyak peluang untuk mendatangkan mentor atau praktisi yang kompeten,” kata Wahyudin.
Pendapat kedua pimpinan perguruan tinggi tersebut diamini oleh Founder & Chairman of MarkPlus Inc., Hermawan Kartajaya. Beliau mengingatkan kepada perguruan tinggi untuk tidak hanya membekali mahasiswa dengan kemampuan berwirausaha tanpa adanya kepastian membangun usaha secara serius di masa mendatang.
“Pelatihan itu bisa diberikan kepada yang tidak memiliki minat membangun usaha sendiri, tetapi bisa memastikan dirinya mempunyai jiwa entrepreneurship atau setidaknya mempunyai kemampuan menerapkan aspek CIEL,” kata Hermawan menjelaskan. “Sehingga pelatihan itu harusnya bisa dibagi dua kategori, bagi yang membangun usaha dan bermental wirausaha.”
Konsep CIEL atau creativity, innovation, entrepreneurship, dan leadership, misalnya, dapat digunakan oleh mahasiswa ketika mereka berkarier dalam sebuah perusahaan maupun ketika bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Sehingga, kemampuannya bisa memberi manfaat secara luas bagi perusahaan maupun lembaga negara tempatnya bekerja.
Editor: Eko Adiwaluyo