Pengemudi Taksi Harus Menjadi Wonderful Indonesia Service Ambassador

marketeers article
39077274 a vector illustration of young people traveling together

Semua orang Indonesia bisa menjadi duta wisata untuk mempromosikan destinasi-destinasi wisata di sekitarnya. Tak terkecuali pengemudi taksi, seperti Blue Bird. Dalam rangka mencetak duta-duta wisata tersebut, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) memberikan pelatihan Wonderful Indonesia Service Ambassador (WISA) dalam Training of Trainer bagi para pengemudi taksi biru ini.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, program WISA sangat penting dalam meningkatkan pelayanan pengemudi Blue Bird, khususnya layanan taksi di bandara maupun tempat wisata. Pengemudi berhubungan langsung dengan turis saat akan meninggalkan bandara, untuk itu diperlukan first impression yang mendalam (moment of truth), khususnya tentang Wonderful Indonesia sehingga menjadi kenangan yang membuat mereka akan berkunjung kembali ke Indonesia atau repeat guest.

Moment of truth sangat penting yang dalam marketing sebagai Place (4P: Promotion Product, Price, Place). Artinya, Place yang dimaksud yaitu kesan pertama yang mendalam dan ini harus dilakukan melalui pelatihan kepada para pengemudi Blue Bird sebagai ujung tombak pelayanan kepada wisman,” kata Arief Yahya.

Hal tersebut disampaikan Menpar kepada 100 pengemudi Blue Bird saat menjadi mentor Training of Trainer program WISA di Kantor Pusat Blue Bird, Jakarta, Rabu (16/5/2018).

Arief menambahkan, untuk menjadi seorang Duta Wisata Wonderful Indonesia hanya membutuhkan keterampilan. “Sebetulnya, how to be a service ambassador? Hanya ada tiga aspek yakni service key success factor, customer contact point, dan service level agreements. Ketiga aspek ini menjadi materi dalam pelatihan ini ISA,” jelas Menpar.

Dalam pelatihan tersebut juga diberikan pembekalan mengenai hospitality dan pengetahuan dasar kepariwisataan seperti Konsep Sapta Pesona, serta bagaimana teknik dalam mempromosikan pariwisata (storytelling).

Dalam menjelaskan WISA, Arief Yahya memberikan benchmark taksi Black Cab di Kota London, Inggris. Ia menyebut, Belum ke London kalo belum naik Black Cab. Walaupun tarifnya tiga kali lebih mahal dari tarif taksi biasa, tapi taksi berbentuk unik itu masih menjadi idola para wisatawan.

“Sebagai benchmark saja, jika ingin lulus jadi pengemudi taksi Black Cab di London, perlu waktu kurang lebih tiga tahun untuk test knowledge. Tidak hanya itu, para pengemudi juga harus hapal 15 ribu jalan serta 20 ribu spot destinasi. Para pengemudi Black Cab juga memberikan storytelling kepada para penumpangnya. Contoh bila penumpangnya muslim, mereka akan bercerita dimana tempat kuliner halal, di mana masjid, dan lainnya,” ujarnya.

Namun, Blue Bird tidak perlu seperti itu. Sebab, Kemenpar dan Blue Bird akan membuat aplikasi yang sangat memudahkan bagi para pengemudi. Aplikasi ini nantinya akan dipasang di dashboard dan berfungsi memudahkan para pengemudi Blue Bird dalam memberikan informasi atau menjelaskan kepada penumpangnya tentang atraksi, amenitas, maupun aksesibilitas (unsur 3A) di masing-masing destinasi.

Contohnya menerangkan tentang atraksi yang menarik pada hari atau minggu ini, hotel (amenitas) apa yang memberi diskon atau kuliner apa yang menjadi top-10, maupun akses yang paling cepat dan nyaman bagi wisatawan. Semua informasi akan mudah ditampilkan dalam smartphone pengemudi. Namun, saat ini, aplikasi tersebut dalam proses pengerjaan.

“Aplikasi itu pihak Blue Bird yang men-develop, nanti sama-sama kita kembangkan. Saya maunya namanya WISA,” ujar Arief Yahya.

Seratus pengemudi Blue Bird yang mengikuti pelatihan disiapkan sebagai calon pelatih (trainer). Mereka nantinya bertindak sebagai satgas pelatihan bagi rekan-rekan pengemudi lain dalam kelas-kelas selanjutnya.

Arief Yahya berharap dengan adanya pelatihan ini, para pengemudi Blue Bird dapat menjadi konsultan destinasi wisata. “Layaknya seorang konsultan, para pengemudi ini akan lihai memberikan rekomendasi mengenai hotel, restoran, mal, serta destinasi wisata yang menarik dikunjungi wisatawan,” pungkas Arief Yahya.

Related