Volkswagen AG, perusahaan raksasa otomotif asal Jerman menjadi pusat isu paling panas di industri otomotif global. Bagaimana tidak? Produsen ini terlibat skandal serius terkait emisi mobil diesel yang jauh melebihi ambang batas.
Temuan ini pertama kali diungkap oleh United States Environmental Protection Agency (EPA) atau badan perlindungan lingkungan milik Amerika Serikat. Lebih mengagetkan lagi, EPA menemukan bahwa ada perangkat lunak khusus yang dipasang di mobil VW untuk mengakali kelebihan emisi tersebut. Di negara-negara Barat, soal emisi diatur sangat ketat demi menjaga kualitas lingkungan hidup. Hal yang belum secara tegas dilakukan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Perangkat lunak yang disebut “defeat device” oleh EPA ini digunakan pada model diesel Volkswagen dan Audi produksi 2009 – 2015. Sejak EPA mengumumkan temuan ini, negara-negara di belahan benua lain juga melakukan investigasi. Dalam keterangan resmi Volkswagen yang dirilis Selasa (22/9/2015), perangkat lunak yang dimaksud bagian dari engine management. Total jumlah kendaraan yang terlibat lebih tinggi, yakni mencapai 11 juta unit kendaraan diesel di seluruh dunia. Angka yang sangat fantastis.
Temuan terakhir menyebutkan bahwa dari angka estimasi 11 juta unit tersebut, 8 juta unit di antaranya ada di Eropa. Tentu saja, Jerman menjadi tempat populasi terbanyak VW. Disusul oleh Inggris, Perancis, dan Italia.
Apa dampak dari skandal ini? Sudah pasti CEO Volkswagen AG Martin Winterkorn pun “mengundukan diri”. LAlu, denda triliunan rupiah menghantui produsen ini. Menurut hitungan Credit Suisse, Volkswagen akan membutuhkan anggaran hingga €78 miliar atau US$87 miliar untuk mengatasi skandal emisi kendaraan dieselnya. Angka tersebut setara dengan Rp1276 triliun, dengan asumsi kurs Rp16.359 per €.
Selain kerugian tersebut di atas,ada dampak lain yang lebih buruk yang harus diterima oleh VW. Tidak lain dan tidak bukan adalah reputasi merek. Padahal, tahun 2014 Volkswagen adalah pemimpin pasar kendaraan global dengan angka penjualan mencapai 10,14 juta unit. Menggeser posisi Toyota.
Volkswagen juga berisiko kehilangan nilai mereknya yang menurut Brand Finance mencapai US$31 miliar di tahun 2015. Nilai merek VW tersebut meningkat dari US$27 miliar di tahun 2014. Namun, kenaikan tersebut akan sia-sia, lantaran menurut Brand Finance Volkswagen akan kehilangan senilai US$10 miliar nilai mereknya. Sampai-sampai ada pendapat bahwa VW perlu mengganti mottonya dari 'Das Auto' menjadi 'Crass Auto'.
Apa yang dilakukan VW ini juga dipandang mencoreng citra Jerman yang sangat dikenal sebagai negara yang menjunjung kerja keras, kejujuran, dan taat hukum. Apalagi, VW sudah menjadi ikon merek Jerman sebagai “people's car' namun akibat skandal ini bisa menjadi 'peopl's shame' bagi orang Jerman. Tidak menutup kemungkinan pula, skandal VW ini akan mempengaruhi merek-merek besar asal Jerman lainnya.
Adanya skandal tersebut di atas, kita, terutama marketeer, sepertinya diingatkan untuk menjalankan bisnis yang lebih pro pada kepentingan manusia dan lingkungan. Bisnis bukan sekadar mengejar keuntungan semata, tapi memiliki spirit humanisme untuk kehidupan yang lebih baik di Planet Bumi yang menjadi inti dalam teori Marketing 3.0.
Bagaimana menurut Anda?