Penipuan Berbasis AI di Sektor Keuangan Meroket 1.550%, Ini Modusnya

marketeers article
Victor Indajang, Chief Operating Ocer VIDA . Sumber gambar: pers rilis.

PT Indonesia Digital Identity (VIDA), perusahaan penyelenggara sertifikasi elektronik (PSrE) melaporkan hingga akhir 2024 penipuan berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) pada industri keuangan di Indonesia meroket sebesar 1.550%.

Peningkatan drastis ini menekankan urgensi bagi industri keuangan untuk segera mengambil langkah proaktif dalam melindungi bisnis dan konsumen dari ancaman yang makin kompleks.

Victor Indajang, Chief Operating Ocer VIDA menjelaskan deepfake menjadi modus yang paling banyak digunakan penipu dalam melancarkan aksinya. Mereka menciptakan video, audio, dan gambar palsu yang realistis untuk menipu korbannya.

BACA JUGA: Penipuan lewat Naik Limit Kartu Kredit BCA, Kenali Modusnya

Tercatat, penyalahgunaan teknologi ini meningkat 700% secara global, memungkinkan pelaku menyamar sebagai individu lain atau memanipulasi sistem verifikasi, sehingga menimbulkan risiko keamanan yang signifikan. Kendati demikian, Victor tak menyebutkan berapa potensi kerugian dari penipuan dengan modus ini.

“Lonjakan kasus penipuan berbasis AI ini menjadi peringatan tegas bagi kita semua. Jika tidak segera ditangani, kerugian finansial dan reputasi yang ditimbulkan akan semakin besar. Industri keuangan harus beradaptasi dan memperkuat pertahanan mereka terhadap ancaman ini,” kata Victor melalui keterangan resmi, Selasa (10/12/2024).

BACA JUGA: Kerugian Akibat Kasus Penipuan Kripto Capai Rp 14,4 Triliun

Victor menyebut modus lain yang kerap digunakan penipu adalah pengambilalihan akun (Account Takeovers/ATOs). Dari data yang dipaparkannya, sebanyak 97% bisnis di Indonesia melaporkan menghadapi upaya pengambilalihan akun, sering kali akibat kredensial yang dicuri melalui phishing dan pelanggaran data.

“Dari kasus tersebut, 76% mengakibatkan transaksi tidak sah atau pelanggaran data yang merusak stabilitas finansial dan reputasi perusahaan,” ujarnya.

Pada urutan ketiga ada modus lain berupa identitas sintetis. Pelaku kejahatan menggunakan teknologi deepfake atau data yang dimanipulasi untuk menciptakan identitas sintetis.

“Sebanyak 56% bisnis di Indonesia mengalami jenis penipuan ini. Lembaga keuangan harus memperkuat verifikasi biometrik dan mengadopsi deteksi penipuan berbasis AI untuk menangkal risiko ini,” kata Victor.

Untuk menghadapi ancaman ini, VIDA memperkenalkan VIDA Identity Stack (VIS), sebuah solusi komprehensif yang menggabungkan verifikasi identitas, otentikasi pengguna, dan deteksi penipuan berbasis AI.

VIS dirancang untuk mencegah penipuan identitas, memberikan perlindungan menyeluruh bagi bisnis dan konsumen. Victor menyerukan kepada seluruh pelaku industri keuangan untuk segera mengadopsi teknologi canggih dalam upaya melindungi diri dari ancaman penipuan berbasis AI.

Kolaborasi antara sektor swasta, pemerintah, dan regulator diperlukan untuk membangun ekosistem keuangan yang aman dan tepercaya bagi semua pihak.

“Dengan VIS, kami menawarkan solusi yang tidak hanya mendeteksi, tetapi juga mencegah penipuan sebelum terjadi. Ini adalah langkah krusial dalam memastikan integritas dan keamanan transaksi digital di Indonesia,” kata dia.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS