Pensiunkan PLTU Batu Bara, RI Diperkirakan Butuh Modal US$ 37 Miliar
Lembaga think tank, TransitionZero memperkirakan Indonesia butuh modal sebesar US$ 37 miliar atau setara Rp 568,3 triliun (kurs Rp 15.359 per US$) untuk memensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Modal tersebut merupakan akumulasi yang dibutuhkan untuk bertransisi sebanyak 118 PLTU di seluruh wilayah.
Jacqueline Tao, Analis TransitionZero mengatakan dana yang dibutuhkan dapat diperlukan untuk menghentikan energi kotor batu bara dan beralih ke energi baru terbarukan (EBT) secara bertahap selama 10 tahun ke depan. Pendanaan ini sejalan dengan target pemerintah dalam program Net Zero Emission 2060.
BACA JUGA: Dukung Energi Bersih, PLN Uji Coba Campuran Amonia ke PLTU Gresik
“Analisis tersebut juga menemukan bahwa dengan menghentikan PLTU batu bara Indonesia pada tahun 2040 akan menghasilkan penghematan emisi sekitar 1,7GtCO2, setara dengan hampir tiga tahun emisi tahunan Indonesia,” kata Jacqueline melalui keterangannya, Kamis (13/10/2022).
PT PLN (Persero) memiliki target nol bersih pada 2060 dan Indonesia memiliki sejumlah tujuan iklim yang berfokus pada dekarbonisasi sektor listrik. Namun, struktur pasar listrik, khususnya Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (Power Purchase Agreement/PPA) yang dikombinasikan dengan subsidi bahan bakar fosil, telah lama menjadi kendala dalam penerapan energi terbarukan.
BACA JUGA: PLN Manfaatkan 50 Ton Sampah per Bulan untuk PLTU di Balikpapan
Jacqueline bilang secara historis, paket pendanaan tersebut merupakan gabungan antara uang publik dari negara-negara donor, bank internasional dan dana moneter, serta keuangan swasta. Skema pendanaan internasional bernama Just Energy Transition Partnership (JETPs) untuk Indonesia diharapkan dapat diumumkan pada G20 mendatang, berdasarkan skema pendanaan transisi energi yang bagi Afrika Selatan yang telah diumumkan pada KTT Perubahan Iklim COP26 di Glasgow pada 2021.
“Anggaran US$ 37 miliar diperlukan untuk membeli pembangkitan batu bara masa depan hingga 10 tahun dan hal itu juga akan membuat Indonesia menghentikan PLTU batu bara yang ada pada tahun 2040, atau lebih awal dari yang direncanakan,” ujarnya.
Jacqueline menambahkan sebagai perbandingan, subsidi batu bara Indonesia telah merugikan negara lebih dari US$ 10 miliar pada tahun lalu saja. Sementara proyek penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan (carbon capture, utilization and storage/CCUS) pertama di Indonesia, yaitu Vorwata CCUS BP, yang ditaksir mampu menangkap dan menyimpan 25 juta ton CO2, diperkirakan menelan biaya US$ 3 miliar.
Selama ini, sektor ketenagalistrikan Indonesia bergantung pada batu bara dengan sekitar 70% listrik domestik dihasilkan dari batu bara pada tahun 2021. Indonesia juga merupakan pengekspor batu bara termal terbesar secara global.
Selain itu, sektor ini mempekerjakan sekitar 250.000 orang yang sebagian besar adalah pekerja berketerampilan rendah. Namun, analisis tersebut menemukan bahwa mengganti PLTU batu bara Indonesia dengan tenaga surya akan menciptakan lima pekerjaan baru untuk setiap hilangnya satu pekerjaan langsung di pembangkit listrik, dengan catatan bahwa peningkatan keterampilan dan pelatihan ulang akan menjadi bagian penting dari rencana transisi.
“Secara khusus, temuan kami mengidentifikasi sejumlah pembangkit yang cocok untuk pensiun dini dan menyoroti potensi terciptanya pekerjaan di pembangkit listrik energi terbarukan yang akan menggantikan pembangkit batu bara, di mana jumlah pekerjaan baru akan melebihi jumlah pekerjaan yang hilang akibat penutupan pembangkit batu bara dengan rasio enam banding satu,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk