Aktris senior Marissa Haque meninggal dunia di usia 61 tahun pada Rabu (2/10/2024) dini hari. Belum diketahui penyebab mendiang berpulang, namun menurut pengakuan kerabat, istri Ikang Fawzi itu sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit.
Bahkan, ibu dua anak itu juga masih aktif berkegiatan beberapa hari sebelumnya. Hal ini lantas memicu dugaan bahwa Marissa Haque meninggal karena masalah jantung, yang biasa disebut sebagai sudden cardiac death (SCD).
Apa Itu Sudden Cardiac Death?
Melansir Mayo Clinic, SCD adalah kondisi mendadak di mana jantung tiba-tiba berhenti berdetak secara efektif, sehingga menyebabkan berhentinya aliran darah ke seluruh tubuh. Ini biasanya disebabkan oleh gangguan pada sistem listrik jantung.
BACA JUGA: Jangan Terlalu Sering Minum Obat Warung, Ini Bahayanya bagi Kesehatan
Gangguan tersebut lantas mengakibatkan detak jantung tidak teratur atau aritmia. Ketika aritmia ini terjadi, jantung pun tidak bisa memompa darah dengan baik, dan jika tidak segera ditangani, berpotensi menyebabkan kematian.
Penyebab paling umum dari SCD ialah fibrilasi ventrikel, yang mana bilik bawah jantung (ventrikel) berdetak sangat cepat dan tidak teratur. Hal ini sering terjadi pada orang yang memiliki riwayat penyakit jantung, seperti serangan jantung sebelumnya atau kardiomiopati.
Selain itu, gangguan genetik seperti sindrom long QT, Brugada syndrome, serta kardiomiopati hipertrofik juga dapat meningkatkan risiko terjadinya SCD. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya kondisi ini, salah satunya meliputi riwayat keluarga.
BACA JUGA: Bintang Drakor Park Ji-ah Meninggal Akibat Strok Iskemik, Apa Itu?
Gejala dan Penanganan
SCD biasanya terjadi tanpa peringatan, namun beberapa orang mungkin mengalami gejala awal seperti pusing, pingsan, nyeri dada, atau detak jantung cepat dan tidak teratur. Jika mengalami tanda-tanda ini, penting untuk segera mencari bantuan medis karena waktu penanganan sangat krusial.
Adapun penanganan utama untuk SCD adalah resusitasi jantung paru (CPR) dan penggunaan defibrillator otomatis eksternal (AED) untuk memulihkan irama jantung normal. Sementara itu, untuk pencegahan, penderita dengan risiko tinggi sering disarankan untuk menjalani terapi menggunakan implan defibrilator jantung (ICD).
Selain itu, perubahan gaya hidup seperti menghindari rokok, diet sehat, dan olahraga rutin sangat membantu menurunkan risiko terkena SCD.
Editor: Ranto Rajagukguk