Perang Dagang AS-Tiongkok Perlambat Pertumbuhan PDB Asia Tenggara

marketeers article
US dollar of United of America and Yuan China banknotes with flag on ship with import export financial report for analysis economy after both countries announce tax tariff trade war.

Pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah Asia Tenggara diperkirakan akan menurun menjadi 4.8% tahun ini, dari 5.3% di tahun lalu. Menilik Economic Insight ICAEW terbaru, perlambatan perdagangan global dan meningkatnya ketegangan perdagangan AS-Tiongkok menjadi penyebab pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Asia Tenggara melambat.

Pertumbuhan PDB  di seluruh wilayah Asia Tenggara melambat  menjadi 4.6% dari tahun ke tahun. Pada Q1 2019, pertumbuhan PDB wilayah ini turun dari 5.3% yang tercatat di H1 2018.

Hal ini dinyatakan ICAEW diakibatkan oleh penurunan pertumbuhan ekspor di seluruh perekonomian Asia Tenggara sehubungan dengan melemahnya permintaan impor Tiongkok, melambatnya  siklus ICT global, dan  peningkatan proteksionisme selama setahun terakhir ini.

Total volume ekspor secara rata-rata adalah 1% lebih rendah dibandingkan tahun lalu di Q1 2018, dengan adanya ketidakpastian atas permintaan eksternal yang juga cenderung membebani produksi  perusahaan dan minat investasi di  kuartal tahun tersebut.

Hal serupa juga terjadi dengan terus menurunnya ekspor di seluruh wilayah Asia Tengara pada kuartal kedua, di mana hanya Vietnam yang tidak mengikuti tren, walaupun pertumbuhan negara tersebut juga menurun sejak tahun lalu. Di tengah terjadinya ketegangan baru perdagangan AS-Tiongkok, tren ini kemungkinan akan berlangsung hingga tahun depan.

Pertumbuhan PDB di seluruh wilayah Asia Tenggara diperkirakan akan menurun sekitar 4.8% tahun ini sebelum mengalami penurunan selanjutnya  menjadi 4.7% pada tahun 2020.

Sebagai negara kecil dengan perekonomian terbuka yang sangat tergantung pada ekspor, Singapura akan mengalami pelambatan paling tajam dengan pertumbuhan PDB yang menurun dari 3.1% pada 2018 menjadi sekitar 1.9% di tahun ini. Sementara, Vietnam terlihat mengalami geliat pertumbuhan positif (6.7%) dan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia Tenggara.

“Kami berharap ekspor dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan akan terus  meningkat walaupun berada di bawah tekanan ketegangan perdagangan AS dan Tiongkok yang sepertinya akan terus berlanjut. Dengan volume ekspor yang sudah berada di titik rendah sejak awal tahun, setiap bertambahnya ketegangan perdagangan dua ekonomi terbesar dunia tetap akan memperlambat pertumbuhan regional,” menurut Sian Fenner, ICAEW Economic Advisor & Oxford Economics Lead Asia di Jakarta, Selasa (11/06/2019).

Peluang Tingkatkan Permintaan Domestik via Kebijakan Makro dan Fiskal

Permintaan domestik akan mendongkrak peningkatan pertumbuhan ekspor yang lebih lemah, didukung dengan kebijakan makro akomodatif. Bahkan, kebijakan pengembalian  yang tegas oleh US Federal Reserve dan inflasi yang terkendali memang telah membuka kesempatan untuk mempermudah kebijakan moneter di seluruh wilayah Asia Tenggara. Namun, hal ini bervariasi di  berbagai negara.

Sebagai contoh, bank sentral di Filipina dan Malaysia telah mengurangi tingkat kebijakan bunga hingga 25bp di tengah adanya ketidakpastian secara global. Sementara, Indonesia, Thailand, dan Vietnam kemungkinan akan mempertahankan tingkat suku bunga. Bank Indonesia akan tetap fokus menjaga stabilitas eksternal, Bank Vietnam akan mempertahankan kebijakan suku bunga tetap, dengan pemegang otoritas yang cenderung  meningkatkan target pertumbuhan kredit jika kondisi ekonomi menjamin stimulus lebih lanjut.

Kebijakan fiskal akan lebih mendukung permintaan domestik regional selama 2019-2020 dengan sebagian investasi infrastruktur mengimbangi investasi yang dilakukan oleh perusahaan dengan lebih berhati-hati.  Terkecuali Malaysia, dengan tinjauan proyek infrastruktur dan target konsolidasi fiskal akan membatasi dukungan tahun ini hingga tahun depan dalam bentuk apapun.

Mark Billington, Direktur Regional ICAEW, Cina & Asia Tenggara menambahkan, “ketegangan perdagangan terkini antara AS dan Tiongkok terjadi saat pertumbuhan ekspor di seluruh Asia Tenggara telah menghadapi tantangan lingkungan secara eksternal. Nantinya, ekspor akan terus menghadapi tekanan dan efek negatif akan terasa di seluruh wilayah Asia Tenggara yang selanjutnya mengurangi pertumbuhan secara keseluruhan.”

Editor: Sigit Kurniawan

Related