Perdagangan Karbon, RI Berpotensi Raih Pendapatan US$ 565,9 Miliar

marketeers article
Ilustrasi hutan tropis untuk perdagangan karbon. Sumber gambar: 123rf

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi Indonesia dapat meraih pendapatan sebesar US$ 565,9 miliar melalui perdagangan karbon. Untuk menangkap peluang itu, penyelenggaraan bursa karbon tengah disiapkan untuk menetapkan harga.

Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK mengungkapkan perdagangan karbon merupakan upaya pemerintah di seluruh negara untuk mengatasi perubahan iklim. Dengan demikian, permintaan komoditas ini diperkirakan akan terus melonjak.

“Di sinilah Indonesia dapat melangkah dan memanfaatkan keunggulannya sebagai pemimpin untuk menggunakan inisiatif bursa karbon dalam memberikan alternatif pembiayaan bagi sektor riil. OJK bersama industri jasa keuangan siap mendukung inisiatif ini,” kata Mahendra melalui keterangannya, Rabu (28/9/2022).

Menurutnya, dengan banyaknya hutan tropis, gambut, dan mangrove bisa menjadikan Indonesia pemimpin pasar dunia dalam perdagangan karbon. Tercatat, setidaknya ada hutan tropis seluas 125 juta hektare (ha) di Indonesia.

Dari jumlah tersebut diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon. Angkanya semakin meroket apabila ditambah dengan luas lahan gambut dan mangrove.

“Sehingga diperkirakan bisa menghasilkan pendapatan senilai US$ 565,9 miliar dari perdagangan karbon. Nilai yang sangat besar untuk masuk dalam pendapatan negara,” ujarnya.

Untuk mendukung peluang itu, menurut Mahendra dibutuhkan kerangka regulasi yang jelas mengatur mengenai kewenangan dan pengoperasian bursa karbon, baik untuk perdagangan dalam negeri maupun luar negeri. OJK berharap regulasi terkait payung hukum mengenai otoritas penyelenggaraan dan operasional perdagangan karbon khususnya melalui bursa karbon dapat segera diterbitkan sehingga dapat mempercepat tujuan pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia serta target implementasi net zero emission pada tahun 2060.

“Kita juga harus memastikan perangkat infrastruktur tidak hanya fit tetapi juga lengkap mulai dari infrastruktur primer, sekunder dan pasar sehingga dapat mendukung beroperasinya bursa karbon, serta mekanisme pengawasan yang sesuai untuk pasar karbon agar selaras dengan target nasional yang ditetapkan dalam NDC,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related