Ekosistem periklanan digital mengalami perkembangan pesat. Hal ini disebabkan karakteristik dari medium digital yang dapat diukur dan tepat guna. Alhasil, periklanan digital menawarkan klien kesempatan untuk menyasar audiens setepat mungkin dengan konten yang sangat relevan, serta pada waktu yang juga tepat.
Menyadari peranan vital periklanan digital bagi kesuksesan merek saat ini, Vikas Gulati, Managing Director Opera Mediaworks Asia, sebuah perusahaan penyedia jasa periklanan mobile memberikan insight menarik seputar dunia periklanan digital. Berikut hasil pemikirannya yang diterima Marketeers:
Periklanan digital selama ini terbagi dalam dua bagian, yaitu brand advertising dan performance advertising. Brand advertising atau periklanan merek dinilai sebagai metode untuk menciptakan awareness (kesadaran merek) dan memulai hubungan baik dengan pelanggan.
Sedangkan, performance advertising (periklanan kinerja) dianggap sebagai jalan untuk menutup lingkar pemasaran lewat penjualan dan tindakan yang diinisiasi oleh pelanggan, misalnya kode kupon, nomor telepon unik, tautan, leads, instalasi aplikasi, dan sebagainya
Kita kerap menyadari bahwa tujuan dari brand advertising kini sudah tak begitu jelas. Namun, sebaliknya, tujuan dari performance advertising cukup nyata. Tak heran apabila para pengiklan terbiasa melihat brand ads dengan standar akuntabilitas yang lebih rendah ketimbang performance ads.
Nah, kini saatnya pemasar memikirkan performance ads ketimbang branding ads, salah satunya melalui video mobile.
Mobile kini menjadi bagian integral dari gaya hidup rata-rata pelanggan, dengan 45% dari seluruh waktu dihabiskan di depan layar. Mobile pun telah menggeser fungsi desktop maupun televisi.
Sebagai hasilnya, video mobile kini mengalami permintaan yang tinggi dan merupakan format digital dengan perkembangan paling pesat, yang turut mendorong pertumbuhan periklanan digital.
Sementara televisi, iklan cetak, dan display ads memang telah lama menjadi strategi periklanan sebuah perusahaan. Namun, ia terpaku pada pengukuran tradisional semata, seperti impresi dan jumlah klik yang tak lagi revelan.
Pasalnya, perhatian pelanggan menjadi lebih pendek, dan mereka didekati oleh banyak brand lewat berbagai kanal. Penekanan terletak pada bagaimana menangkap perhatian mereka dengan medium yang membuat mereka terpikat (video) dan pada perangkat yang sangat personal (mobile).
Industri digital secara keseluruhan mesti berfokus pada pengukuran yang bisa memicu kinerja brand. Ini adalah indikator kinerja kunci (KPI) yang menunjukkan adanya ketertarikan setelah seseorang mengklik tautan yang diberikan.
Ketika seseorang menonton video sampai habis, ini baru titik awalnya saja. Setelah itu, barulah kita akan melihat banyak interaksi di dalam video yang justru memperlihatkan engagement sesungguhnya.
Gelombang big data
Di Asia Pasifik, ada satu juta miliar pengguna smartphone, dan diprediksi meningkat hingga lebih dari 2 miliar pada tahun 2020. Angka itu bukan hanya akan memberikan para brand dan pemasar akses terhadap medium periklanan yang kuat. Akan tetapi juga memungkinkan mereka menargetkan audiens secara lebih mendalam dan merancang program pembelian yang lebih efektif.
Dengan demikian, seiring dengan peningkatan volume pengguna mobile, jumlah data yang digunakan oleh pengiklan akan turut meningkat.
Lewat big data, menargetkan audiens bisa jadi salah satu alat paling berdampak bagi brand untuk meningkatkan keefektifan kampanye yang dilakukan secara eksponensial.
Misalnya, AskMeBazaar, sebuah situs e-commerce India yang bertekad menjadi destinasi utama berbelanja online dengan menawarkan produk spesifik pada konsumen berdasarkan preferensi mereka.
Lewat kemitraannya dengan Opera Mediaworks, AskMeBazaar berhasil meluncurkan sebuah kampanye pemasaran yang terkustomisasi bagi tiap pelanggan setiap kali mereka online.
Opera Mediaworks memanfaatkan informasi mengenai kebiasaan browsing para pengguna untuk mengklasifikasikan data dan menampilkan produk yang paling tepat.
Ini berarti ada lebih dari 1.500 versi kreatif yang dikeluarkan setiap minggunya, dengan total 200 kampanye di lebih dari 12+ segmen audiens spesifik untuk dicocokkan dengan 34 kategori produk relevan yang bisa ditemukan di AskMeBazaar.
Kerumitan tersebut nyatanya menghasilkan lebih dari 3.800 penjualan per hari dan lebih dari 260.000 transaksi unik di mana 80%-nya dilakukan lewat perangkat mobile.
Memberikan konten iklan yang sedemikian spesifik berdasarkan data dari audiens memastikan engagement dari pelanggan yang tinggi. Hal ini bukan hanya berdampak pada brand awareness, namun juga pada tingkat penjualan yang mengagumkan.
Kebangkitan m-Commerce
Total penjualan e-commerce pada tahun 2015 lebih dari US$ 300 miliar. Sedangkan, menurut Forrester Research, total transaksi m-commerce melonjak menjadi US$ 142 miliar pada tahun 2016,
Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang sebesar US$ 115 miliar. Pada tahun 2020, perangkat mobile akan mengambil 48% peranan dalam penjualan e-commerce.
Selagi perangkat mobile menjadi lebih canggih dan penyedia teknologi lokasi (geotg) dari pihak ketiga banyak bermunculan, pengiklan dapat menjadi hiperlokal dan mampu bereksperimen dengan pemasaran in-store,
Artinya, pengiklan atau brand dapat mempromosikan produk tertentu atau mengirimkan notifikasi push untuk menyampaikan penawaran yang tepat, di tempat yang tepat, pada waktu yang tepat.
Kita kita perlu berpikir kritis melebihi sekadar memprioritaskan brand awareness atau akuisisi pelanggan. Kita harus mengalihkan perhatian pada hal-hal yang memudahkan pelanggan menyelesaikan tahapan pembelian mereka.
Maupun pada retensi atau membangun loyalitas merek dan engagement paska penjualan yang akan menciptakan nilai bermakna seiring berjalannya waktu.
Pada akhirnya, brand ads dan performance ads tidak berjalan secara mutualis. Selagi video mobile, big data, dan m-commerce menjadi lebih berperan, pengiklan harus beralih dari cara lama mereka berbelanja media. Sehingga mereka dapat memaksimalkan ROI dari investasi digitalnya itu.
Performance ads bukan hanya era baru dalam periklanan. Ini juga era baru dalam melakukan bisnis secara online.
Editor: Sigit Kurniawan