Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM) adalah tulang punggung bagi perekonomian di Indonesia. Sari Wahyuni, President Indonesia Strategic Management Society mengatakan bahwa UKM di Indonesia memberikan kontribusi hingga 60% terhadap perekonomian. Bandingkan dengan Korea Selatan dimana UKM hanya berkontribusi di bawah 50%, sedangkan Thailand di bawah 40%.
“Namun dibandingkan negara lain, UKM di Indonesia perkembangannya terbilang lambat. Iklim UKM di negara seperti Vietnam, Tiongkok, dan Malaysia jauh lebih baik,” kata Sari dalam acara The 4th Asian SME Conference 2016 di Kota Kasablanka, Jakarta.
Sejumlah permasalahan pun dihadapi UKM di Indonesia, mulai dari minimnya akses keuangan, teknologi, market, informasi, minimnya kemampuan R&D, dan lainnya. Tak hanya itu, kompetisi yang harus dihadapi pun semakin berat dari waktu ke waktu. “UKM Indonesia harus mampu melakukan efisiensi mengingat persaingan semakin ketat. Apalagi mereka harus berhadapan juga dengan pemain UKM bukan hanya dari dalam negeri, melainkan juga Tiongkok dan Malaysia,” katanya.
Wang Chong Min, China Council for Promotion International Trade (CCPIT) mengatakan, dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, saat ini banyak orang Tiongkok yang ingin menjadi pengusaha. Memang, jika melihat dari sisi kenegaraan, Tiongkok adalah negara yang hanya memiliki satu partai, mengontrol penuh, dan terkesan diktator.
“Namun, itu membuat segalanya menjadi satu suara, sangat mendukung dalam berbagai hal, termasuk uang dan sumber daya alam,” katanya.
Pemerintah Tiongkok pun sangat serius dalam mengembangkan bisnis kewirausahaan. Hal ini dilakukan dari kota hingga pedesaan. “Dukungan juga datang dari swasta, pemerintah dan juga perbankan. Jika pemain butuh investasi satu juta yuan, maka nilainya bisa tiga kali lipat. Swasta memberikan satu juta, pemerintah satu juta, dan perbankan satu juta. Sehingga bisnis dapat berkembang dengan cepat,” kata Wang.
Oliver Ho dari IGN Academy Sdn. Bhd mengatakan, Pemerintah Malaysia sangat mendukung perkembangan UKM ini sejak 20 tahun lalu. Bahkan Global Entrepreneur Monitor (GEM) 2013 menyebutkan, Malaysia adalah negara yang sangat pas bagi perkembangan UKM, mulai dari sisi pendanaan hingga infrastruktur. “Banyak agen dan lembaga pemerintah yang memberikan pinjaman dan pelatihan. Seperti MARA, PUNB, Penaraju, TEKUN, MDEC, PND, dan masih banyak lagi,” katanya.
Oliver pun menyebutkan perkembangan UKM di Malaysia juga tidak terlepas dari dukungan stakeholder lain. “Dukungan datang bukan hanya dari pemerintah, namun juga media,” katanya.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM) adalah tulang punggung bagi perekonomian di Indonesia. Sari Wahyuni, President Indonesia Strategic Management Society mengatakan bahwa UKM di Indonesia memberikan kontribusi hingga 60% terhadap perekonomian. Bandingkan dengan Korea Selatan dimana UKM hanya berkontribusi di bawah 50%, sedangkan Thailand di bawah 40%.
“Namun dibandingkan negara lain, UKM di Indonesia perkembangannya terbilang lambat. Iklim UKM di negara seperti Vietnam, Tiongkok, dan Malaysia jauh lebih baik,” kata Sari dalam acara The 4th Asian SME Conference 2016 di Kota Kasablanka, Jakarta.
Sejumlah permasalahan pun dihadapi UKM di Indonesia, mulai dari minimnya akses keuangan, teknologi, market, informasi, minimnya kemampuan R&D, dan lainnya. Tak hanya itu, kompetisi yang harus dihadapi pun semakin berat dari waktu ke waktu. “UKM Indonesia harus mampu melakukan efisiensi mengingat persaingan semakin ketat. Apalagi mereka harus berhadapan juga dengan pemain UKM bukan hanya dari dalam negeri, melainkan juga Tiongkok dan Malaysia,” katanya.
Wang Chong Min, China Council for Promotion International Trade (CCPIT) mengatakan, dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, saat ini banyak orang Tiongkok yang ingin menjadi pengusaha. Memang, jika melihat dari sisi kenegaraan, Tiongkok adalah negara yang hanya memiliki satu partai, mengontrol penuh, dan terkesan diktator.
“Namun, itu membuat segalanya menjadi satu suara, sangat mendukung dalam berbagai hal, termasuk uang dan sumber daya alam,” katanya.
Pemerintah Tiongkok pun sangat serius dalam mengembangkan bisnis kewirausahaan. Hal ini dilakukan dari kota hingga pedesaan. “Dukungan juga datang dari swasta, pemerintah dan juga perbankan. Jika pemain butuh investasi 1 juta yuan, maka nilainya bisa tiga kali lipat. Swasta memberikan satu juta, pemerintah satu juta, dan perbankan satu juta. Sehingga bisnis dapat berkembang dengan cepat,” kata Wang.
Oliver Ho dari IGN Academy Sdn. Bhd mengatakan, Pemerintah Malaysia sangat mendukung perkembangan UKM ini sejak 20 tahun lalu. Bahkan Global Entrepreneur Monitor (GEM) 2013 menyebutkan, Malaysia adalah negara yang sangat pas bagi perkembangan UKM, mulai dari sisi pendanaan hingga infrastruktur. “Banyak agen dan lembaga pemerintah yang memberikan pinjaman dan pelatihan. Seperti MARA, PUNB, Penaraju, TEKUN, MDEC, PND, dan masih banyak lagi,” katanya.
Oliver pun menyebutkan perkembangan UKM di Malaysia juga tidak terlepas dari dukungan stakeholder lain. “Dukungan datang bukan hanya dari pemerintah, namun juga media,” katanya. Sayangnya, Malaysia pun juga menghadapi masalahnya sendiri. “Meski ekosistem mendukung, banyak anak muda Malaysia yang ingin bekerja sebagai profesional, bukan pengusaha. Makanya orang tua dan pemerintah harus terus memberikan edukasi,” katanya.