Personalized marketing menjadi sebuah strategi pemasaran yang banyak diperbincangkan oleh para pelaku bisnis. Hal ini didorong oleh keberadaan teknologi digital yang mampu mendeteksi dan menyediakan seluruh data keinginan dan kebutuhan setiap konsumen.
Menurut Ignatius Untung, Praktisi Marketing dan Behavioral Science mengatakan bahwa dalam memetakan kebutuhan konsumen, kita dapat membaginya menggunakan tool segmentation agar dapat lebih mudah memahami karakteristik konsumen tersebut.
“Secara garis besar, segmentasi itu membagi konsumen yang heterogen menjadi homogen. Ketika lebih homogen, kita bisa menyesuaikan penawaran, produk, dan treatment ke konsumen,” ujar Untung dalam sebuah program Market Think di Kanal Youtube Marketeers TV (24/05/2023).
Segmentasi pasar ini bisa dilakukan berdasarkan geografi, demografi, hingga psikografi yang jauh lebih spesifik dan personal. Meskipun sudah dibagi ke dalam segmentasi yang lebih homogen, namun tentu tidak semuanya sama persis.
Dengan begitu, muncullah strategi personalisasi yang disebut personalized marketing. Strategi ini bisa dilakukan dengan bantuan data dan sistem automasi, sehingga kita bisa mengenali konsumen sebagai seorang individu dan menawarkan layanan yang jauh lebih personal.
“Ini seringkali dirasa bisa berhasil (oleh perusahaan) karena konsumen merasa dimengerti. Walaupun bisa aja harganya tidak selalu lebih murah, bisa jadi lebih mahal. Tapi orang lebih mau bayar karena walaupun lebih mahal tapi semua itu adalah hal-hal yang dibutuhin,” jelas Untung.
BACA JUGA: Buyer Persona: Karakter Fiksi yang Bantu Personalisasi Strategi Marketing
Dalam personalized marketing, konsumen akan merasa dilibatkan untuk memiliki produk mana yang diinginkan dan tidak diinginkan. Hal ini terjadi karena terkadang produk yang diciptakan oleh perusahaan tidak sesuai dan kurang tepat sasaran untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Oleh karena itu, ketika pihak perusahaan dan konsumen sama-sama terlibat dalam penciptaan produk, maka akan mendorong rasa kepemilikan yang tinggi, kepercayaan, dan transparansi.
“Dengan begitu, involvement juga mendorong transparansi. Orang jadi lebih percaya, trust, dan relevansinya terbangun, ada keterwakilan di dalam prosesnya,” ujarnya menekankan poin keterlibatan konsumen dalam personalized marketing.
Hal yang perlu diperhatikan dari strategi personalized marketing adalah biaya dan proses produksi yang cukup rumit. Produk dibuat secara massal dan sejenis untuk memudahkan proses produksi dan otomatisasi, sekaligus menekan biaya produksi.
Personalisasi malah dapat menimbulkan biaya dan tingkat kerumitan yang lebih tinggi. Maka dari itu, produk yang terpersonalisasi seringkali memiliki harga yang lebih mahal.
BACA JUGA: Micromarketing: Capai Target Penjualan dengan Menggali secara Personal
Contoh penerapan personalized marketing
Salah satu strategi personalized marketing yang ada di Indonesia adalah produk Samsung Z Flip 3 5G Bespoke Edition. Jenis smartphone Bespoke Edition ini menawarkan berbagai kombinasi warna yang bisa dipilih oleh konsumen secara online.
Hal ini dilakukan karena Samsung menganggap bahwa smartphone tidak hanya teknologi dan alat bantu, tetapi juga bagian dari gaya hidup.
Gaya hidup ini menunjukkan siapa dan bagaimana orang tersebut ketika berada di lingkungannya dan di tengah-tengah rekan serta teman-temannya. Warna menjadi salah satu alternatif untuk menunjukkan jadi diri orang tersebut secara lebih personal.
“Pengguna saat ini beragam, dan kami percaya teknologi mereka harus mencerminkan gaya hidup unik mereka. Galaxy Z Flip3 Bespoke Edition membuka pengalaman baru bagi pelanggan untuk mencerminkan siapa mereka, melalui teknologi yang paling sering mereka gunakan,” ujar Stephanie Choi, SVP & Head of Marketing of the Mobile Communications Business di Samsung Electronics tahun 2021 yang dilansir dari ThePhrase.id.
Dengan begitu, Samsung ingin membuat setiap konsumen istimewa dan menghargai setiap keunikan dirinya masing-masing. Samsung Z Flip 3 5G Bespoke Edition menawarkan ‘customizable Bespoke colors” untuk memberikan konsumen kesempatan dalam memilih sendiri warna smartphone tercintanya secara langsung.
Samsung berani menawarkan hingga 49 kombinasi warna yang jauh lebih beragam dan memancarkan personalisasi yang sangat kuat. Samsung melakukan hal ini karena Samsung ingin mencoba memahami keinginan dari konsumen secara lebih personal dan mendalam.
Kesimpulannya, personalized marketing saat ini memang menjadi sesuatu yang menarik untuk dilakukan. Dengan bantuan teknologi digital, personalisasi adalah salah satu strategi yang sangat memungkinkan untuk mempelajari keinginan dan kebutuhan konsumen secara lebih akurat dan tepat sasaran.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz
BACA JUGA: Niche Marketing: Garap yang Kecil, Berpotensi Untung Besar!