Penulis adalah Hanny Nurlatifah, Dosen FEB Universitas Al Azhar Indonesia, ICSB DKI Jakarta, Peneliti Marketing dan Perilaku Konsumen di CHECS
****
Sudah dua bulan Pandemi Covid-19 di Indonesia berjalan, sejak pertama kali kasus pertama dimumkan oleh Presiden Joko Widodo. Kemudian seminggu setelah diumumkan Presiden, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memerintahkan pembatasan sosial dengan penghentian kegiatan sekolah dan menghimbau agar kegiatan perkantoran diliburkan untuk wilayah DKI Jakarta agar masyarakat berdiam diri di rumah untuk sementara waktu.
Karena terjadi eskalasi maka diberlakukanlah Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB di DKI Jakarta yang kemudian diikuti oleh wilayah lainnya di Indonesia. Akibat dari PSBB, pembatasan sosial yang tadinya berupa himbauan menjadi paksaan dan diikuti dengan penegakan hukum, kegiatan ekonomi berhenti kecuali sektor-sektor yang berkaitan dengan hajat hidup banyak, seperti pangan dan kesehatan. Situasi ini menyebabkan terjadinya perubahan kebiasaan sosial dan dikuti perubahan perilaku konsumen secara tiba-tiba.
Perubahan perilaku konsumen tercermin dalam pengambilan keputusan pembelian, secara umum dengan situasi pandemik ini konsumen akan termotivasi untuk berhati-hati dalam mempertimbangkan setiap tahapan keputusan karena adanya risiko kesehatan yang berhubungan dengan penularan Covid-19 serta situasi pembatasan sosial. Perubahan perilaku dapat dilihat dalam tiga perspektif pengambilan keputusan yaitu Rasional, Eksperiensial dan Behavioral.
Rasional
Dalam perspektif ini konsumen dalam mengambil keputusan pembelian secara rasional dengan menekankan aspek fungsional dan ekonomis. Hal yang paling umum, konsumen akan memilih brand yang menawarkan harga, fitur dan layanan yang terbaik.
Dalam situasi pandemik, konsumen tidak lagi mempertimbangkan rasionalitas terutama untuk barang-barang yang menjadi kebutuhan utama yang berkaitan dengan perlindungan kesehatan. Barang-barang seperti masker, hand sanitizer maupun cairan desinfektan akan dibeli apapun merknya dan berapapun harganya. Keputusan pembelian pun lebih didasari pada ketersedian dan kemudahan mendapatkan barang.
Eksperiensial
Pengambilan keputusan pembelian dipengaruhi perasaan terkait dengan konsumsi produk. Keputusan pembelian didasari demi mendapat pengalaman yang unik.
Konsumen memutuskan pergi ke Bioskop untuk menonton film atau mendengarkan musik dengan nonton konser secara langsung lebih karena ingin merasakan pengalaman yang unik dan berbeda dibandingkan dengan nonton film atau mendengarkan musik di rumah. Pengalaman menonton bersama-sama banyak orang dengan layar lebar atau panggung dilengkapi sistem tata suara yang bagus menjadi sensasi yang tidak akan didapat jika dilakukan dirumah.
Penularan Covid-19 terjadi akibat interaksi jarak dekat. Sehingga akan sangat mudah tersebar di dalam kerumunan. Dengan alasan takut tertular Covid-19 konsumen menjadi enggan pergi ke bioskop ataupun ke tempat konser musik. Dalam situasi ini untuk memuaskan hasratnya konsumen lebih memilih menikmatinya dirumah dan mengubah keputusan pembeliannya dengan produk online dengan berlangganan Netflix contohnya.
Behavioral
Keputusan pembelian yang merupakan respon terhadap pengaruh lingkungan misalnya karena suasana tempat yang tenang dan nyaman. Konsumen pergi ke café atau restoran tidak hanya untuk menikmati makanan atau pun minumannya saja, tetapi lebih untuk menikmati tempat yang tenang dan nyaman dimana konsumen bisa duduk lebih lama sambil bekerja ataupun ngobrol-ngobrol dengan rekan bisnis. Dengan alasan penularan Covid-19 konsumen menjadi enggan untuk berkunjung dan untuk mendapatkan makanan yang disukai konsumen lebih memilih take away atau membelinya menggunakan jasa antar.
Kemungkinan Setelah Pandemi
Sampai kapan pandemi ini akan berakhir tidak ada yang bisa memastikan, harapan publik sebelum Idul Fitri akan berakhir. Presiden Jokowi dalam rapat terbatas mitigasi Covid-19 tanggal 16 April 2020 memprediksi bahwa pandemi akan berakhir sampai akhir tahun 2020. Kalau mengacu pada prediksi presiden berarti perubahan kebiasaan sosial karena situasi pandemi Covid-19 akan berlangsung setahun kedepan.
Ada keyakinan populer meskipun tidak ada rujukan ilmiahnya tapi patut kita cermati menyatakan bahwa perlu waktu 21 hari untuk membangun kebiasaan seseorang dan kebiasaan tersebut akan menjadi gaya hidup setelah 90 hari. Kalau kita meyakininya berarti “pemaksaan” kebiasaan karena situasi pandemi yang juga dikuti dengan perubahan perilaku konsumen kemungkinan akan menjadi new normal lifestyle atau gaya hidup baru seperti keadaan normal.
Mengutip dari pernyataan Hermawan Kartajaya bahwa seorang profesional memandang krisis sebagai sebuah bahaya sementara seorang wirausaha memandang krisis sebagai sebuah peluang. Masa pandemi telah memicu terjadinya krisis, maka dari itu sebaiknya krisis ini disikapi dari pandangan seorang entrepreneur yang berpikir bagaimana bertahan (survive) pada masa krisis dan mempersiapkannya (prepare) ketika krisis berakhir.
Percayalah keadaan pasti membaik tetaplah produktif dan optimis serta selalu berpikiran positif.