Perusahaan Ritel Besar Perlu Menggali Potensi Warung Tradisional

marketeers article
CHACHOENGSAO, THAILAND- JULY 22, 2015: Vintage old style of grocery store in Klong Suan100 Year Old Market. This market charming wooden shop houses selling vintage items and tasty local food.

Salah satu bisnis yang banyak ditekuni orang adalah membuka warung tradisional. Sejauh ini, belum ada angka pasti tentang jumlah warung tradisional di seluruh Indonesia. Bisa jadi, angkanya mencapai ratusan ribu hingga jutaan warung. Apa keunggulan dari warung tradisional?

“Warung tradisional memiliki berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh perusahaan ritel besar. Mereka lebih mengerti tentang konsumen mereka dan lebih mudah untuk dijangkau. Ini adalah alasan kenapa banyak masyarakat yang masih memilih berbelanja di warung tradisional,” kata Nathania Christy, Global Insight Network Head TrendWatching. 

Nathania mengungkapkan bahwa perilaku konsumen seperti ini bisa menjadi alternatif terbaik bagi perusahaan ritel besar agar dapat menjadi pusat komunitas.  Seperti yang dilakukan startup Kioson, penyedia layanan pembayaran yang telah memberdayakan lebih dari 30.000 warung untuk menjadi lokasi pengiriman dan penerimaan barang untuk PT Pos Indonesia.  Kioson melengkapi warung  warung tersebut dengan teknologi.

Salah satu contoh lainnya adalah ketika Bukalapak menjalin kemitraan dengan 300.000 warung atau dikenal sebagai mitra Bukalapak yang tersebar di seluruh Indonesia. Kemitraan ini memberikan kemudahan bagi konsumen dalam  melakukan transaksi di platform Bukalapak melalui warung yang sering mereka datangi.

“Konsumen dapat lebih mudah untuk mengirim dan menerima paket melalui berbagai warung yang berada di komunitas mereka. Terlihat, para mitra Bukalapak kini menangani 20% dari total Rp 4 triliun transaksi Gross Merchandise Value Bukalapak,” kata Nathania

Model bisnis seperti ini akan berhasil, menurut Nathania, karena walaupun Indonesia memiliki 143 juta pengguna internet, 90% dari pasar ritel Indonesia masih dilakukan di luar platform e-commerce. Bahkan di Tiongkok, mengutip laporan dari Boston Consulting Group, sebagian besar sektor ekonominya telah mengadopsi transaksi non-tunai, tapi 85% dari penjualan ritel masih terjadi di toko fisik.

“Maka dari itu, sangat penting bagi perusahaan ritel di Asia untuk mampu menangkap potensi yang ada di pasar luring ini,” ucap Nathania.

Agar perusahaan ritel menjadi semakin kompetitif, Nathania juga menyarankan agar mereka mulai berpikir untuk menawarkan layanan non-konvensional serta dapat lebih intensif lagi masuk di tengah-tengah komunitas melalui kemitraan dengan usaha kecil dan menengah seperti warung. “Perusahaan harus mulai berpikir apa saja yang mereka perlu lakukan agar mereka dapat menjadi pusat hiburan, pendidikan, dan kesehatan bagi komunitas.”

Nathania menekankan bahwa menjadikan gerakan pemberdayaan untuk fokus strategi perusahaan, akan tetap menjadi hal yang krusial di tahun mendatang, terutama bagi pelaku ritel besar dalam memperjuangkan keberlanjutan dan perkembangan bisnisnya. Seperti yang dilakukan Kioson yang ingin menyelesaikan masalah logistik di daerah perdesaan Indonesia. “Hal ini diperlukan karena konsumen dan para pemilik warung akan lebih memilih perusahaan yang memiliki misi pemberdayaan masyarakat, dibandingkan mereka yang hanya memikirkan ekspansi perusahaan,” tutup Nathania

TrendWatching adalah perusahaan analisis tren konsumen global yang berkantor pusat di London. Didirikan pada tahun 2002 dan telah memiliki cabang yang tersebar di berbagai penjuru dunia.

    Related