Phishing Finansial di Asia Tenggara Naik 41%, RI Jadi Target Utama
Kaspersky melaporkan peningkatan signifikan dalam serangan phishing finansial di Asia Tenggara pada paruh pertama tahun 2024. Dalam periode Januari hingga Juni, tercatat sebanyak 336.294 serangan yang menargetkan berbagai organisasi dan bisnis di kawasan ini.
Serangan ini memanfaatkan merek-merek e-commerce, perbankan, dan pembayaran untuk mencuri data sensitif dan kredensial pengguna.
Peningkatan ini mencapai 41% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Para pelaku kejahatan siber terus berinovasi dengan menggunakan kecerdasan buatan dan otomatisasi untuk membuat taktik mereka semakin efektif. Adrian Hia, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky, menjelaskan bahwa lonjakan ini terjadi seiring bertumbuhnya adopsi layanan keuangan digital.
BACA JUGA: Tren Phising 2023: Penipuan Berkedok Promo Bank Paling Populer
“Jumlah korban potensial bertumbuh besar selama beberapa tahun terakhir mengingat meningkatnya penggunaan layanan perbankan daring dan keuangan digital. Para pelaku kejahatan siber menjadi lebih agresif dalam mengejar data dan uang pengguna, termasuk yang berasal dari perangkat perusahaan,” ujarnya dalam siaran persnya kepada Marketeers, Rabu (20/11/2024).
Thailand mencatat jumlah serangan tertinggi dengan 141.258 kasus, sementara Indonesia berada di urutan kedua dengan 48.439 serangan. Negara lain seperti Vietnam, Malaysia, Singapura, dan Filipina juga melaporkan ribuan serangan, dengan peningkatan tertinggi terjadi di Thailand (582%) dan Singapura (406%).
Serangan phishing finansial sering kali dilakukan dengan memanipulasi korban agar memberikan data pribadi mereka, seperti informasi login akun perbankan. Para pelaku juga menggunakan taktik rekayasa sosial, seperti menyamar sebagai lembaga keuangan atau organisasi amal, untuk menipu korban.
BACA JUGA: 5 Juta Phising Terdeteksi pada 2022, Pakar Sebut Tren Berlanjut pada 2023
Serangan phishing kini tidak lagi terbatas pada email tradisional. Penjahat siber mulai memanfaatkan media sosial, aplikasi pesan instan, dan bahkan teknologi deepfake untuk menyebarkan tautan dan aplikasi palsu. Pesan suara dan video palsu yang semakin sulit dideteksi juga diprediksi akan menjadi ancaman yang lebih serius.
“Perusahaan perlu memperkuat langkah-langkah keamanan mereka, mulai dari menerapkan solusi teknologi yang kuat hingga melatih karyawan untuk meningkatkan kesadaran terhadap ancaman siber,” imbuh Hia.
Dengan serangan yang terus berkembang, baik individu maupun perusahaan di kawasan Asia Tenggara diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan dan memperkuat proteksi terhadap ancaman phishing finansial.
Editor: Eric Iskandarsjah Z