PKT Olah 35.000 Ton Limbah Batu Bara Jadi Material Bangunan

marketeers article
PKT meningkatkan nilai tambah limbah dengan pengolahan kembali. | Foto: PKT

PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) menunjukkan perhatian kepada pengelolaan limbah abu batu bara berupa fly ash dan bottom ash (FABA) yang sedang menjadi tantangan bagi industri. Perhatian pada hal ini merupakan bagian dari rangkaian komitmen perusahaan di bidang environmental, social, dan governance (ESG).

PKT mencanangkan inovasi untuk pemanfaatan limbah sebagai material pengganti untuk batako, paving block, stabilisasi tanah, serta pemanfaatan lainnya. 

“Inovasi ini dihadirkan untuk meningkatkan peran perusahaan dalam sustainable development, yang mana hasil pengolahan FABA tersebut dapat dimanfaatkan dan memberikan nilai tambah ekonomi untuk kegiatan infrastruktur, selain untuk menekan penumpukan limbah di TPS dalam skala yang lebih besar,” ujar Rahmad Pribadi, Direktur Utama PKT.

PKT saat ini memiliki unit boiler batu bara dengan kapasitas 2 x 220 metrik ton/jam dengan daya listrik 96,6 MW. Boiler ini berfungsi sebagai pemasok steam untuk mendukung proses produksi pabrik amonia-urea milik perusahaan.

Unit boiler batu bara tersebut menghasilkan FABA dalam jumlah sekitar 35.000 ton/tahun yang seluruhnya berpotensi untuk diolah menjadi material substitusi bangunan. Hingga kini, sebanyak 34.000 limbah telah berhasil diolah perusahaan jadi material alternatif.

Dalam prosesnya, pemanfaatan limbah FABA sebagai material bangunan yang dilakukan PKT bukan tanpa pertimbangan. Mereka melihat bahwa limbah ini memiliki potensi untuk mendukung tanah yang lebih kokoh terutama pada tanah lunak.

Stabilisasi tanah dengan FABA mampu meningkatkan nilai daya dukung tanah pada pemeraman tiga hari secara signifikan. Reaksi sementasi yang terjadi pada campuran tanah semen membentuk butiran baru yang lebih keras sehingga lebih kuat menahan beban yang diberikan.

Ini tentunya membawa nilai tambah dari penggunaan limbah FABA batu bara dan mampu memberikan manfaat terutama dalam pembangunan infrastruktur.

“Kami berharap seiring dengan semakin matangnya teknologi pengolahan FABA. Praktik serupa dapat diterapkan secara massal di berbagai industri sebagai alternatif metode stabilisasi tanah atau pengembangan ke arah alternatif bahan bangunan atau infrastruktur,” tutup Rahmad.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related