PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero memastikan diri siap menjalankan transisi menuju energi baru terbarukan (EBT) yang juga dibarengi dengan rencana memensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) secara bertahap. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelangsungan bisnis di tengah meningkatnya kesadaran pada energi ramah lingkungan.
Manajer Pengelolaan Perubahan Iklim PLN Kamia Handayani mengatakan, pihaknya berupaya menangkap peluang dari pelaksanaan transisi energy. Tujuannya, agar tetap bisa memenuhi kebutuhan konsumen.
“Dengan program konversi ke kompor induksi dan kendaraan listrik (electric vehicle/EV), PLN menyiapkan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Lalu, ada juga layanan sertifikat energi terbarukan serta layanan carbon credit untuk offset jejak emisi. PLN juga ikut berpartisipasi dalam skema perdagangan emisi,” kata Kamia melalui keterangannya, Rabu 24 November 2021.
Menurutnya, strategi transformasi energi juga telah disiapkan PLN, sesuai dengan visi perusahaan untuk menjadi perusahaan listrik terkemuka di Asia Tenggara (ASEAN) dan pilihan pertama pelanggan untuk solusi energi. Kamia bilang perusahaannya harus meningkatkan kapabilitas terkait dengan transisi energi. Salah satunya dengan menyiapkan sustainability center yang terdiri dari renewable energy academy, dan juga center of excellence. “PLN juga memiliki transformation office, yang akan mengawal progres pencapaian aspirasi carbon neutral PLN secara keseluruhan,” ujarnya.
Ia menambahkan, terkait dengan komitmen pemerintah untuk mencapai Nationally Determined Contribution (NDC) pada tahun 2030 dan net zero emission pada tahun 2060, PLN telah menerbitkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021 hingga 2030 yang sudah disahkan pemerintah. Untuk jangka panjang sudah memiliki peta jalan menuju net zero emission 2060.
Dalam RUPTL tersebut, akan ada penambahan pembangkit baru sebesar 40,6 gigawatt (GW) selama 10 tahun dengan porsi EBT mencapai 20,9 GW atau sekitar 51,6%. Kemudian, PLN juga akan pensiunkan PLTU dengan total kapasitas 1,1 GW sehingga kapasitas pembangkit PLN pada 2030 menjadi 99,2 GW. “Pada RUPTL Hijau ini tercantum inisiatif PLN untuk mencapai target NDC pemerintah di tahun 2030, seperti biomass co-firing dan konversi pembangkit listrik tenaga disel (PLTD) ke EBT,” ucap Kamia.
Sementara itu, untuk jangka panjang PLN akan terus melakukan pembangunan EBT yang dikombinasikan dengan energy storage, dan juga interkoneksi. Langkah ini tentunya dibarengi dengan rencana memensiunkan PLTU secara bertahap.
Tidak hanya itu saja, PLN juga tengah mempertimbangkan penggunaan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) mulai tahun 2040 jika harga teknologi tersebut sudah lebih terjangkau. Dengan adanya CCS, diharapkan PLTU yang masih memiliki nilai ekonomi masih dapat dimanfaatkan.
Editor: Eko Adiwaluyo