Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia periode April 2020 berdasarkan catatan IHS Markit berada di level 27,5. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menanggapi, hal ini terjadi lantaran penurunan daya beli akibat pandemi COVID-19.
“Ekonomi kita khususnya sektor industri manufaktur sangat tergantung dari kemampuan pasar dalam negeri atau konsumsi domestik. Assessment kami sekitar 70% hasil produksi industri manufaktur diserap pasar dalam negeri,” papar Agus dalam keterangan resmi yang dirilis Kementerian Perindustrian.
Ketika daya beli masyarakat tertekan, hal itu berdampak terhadap permintaan pasar yang minim. Secara otomatis, perusahaan atau industri harus melakukan penyesuaian, termasuk penurunan drastis utilisasinya.
“Belum lagi dikaitkan dengan supply chain dari industri turunannya yang banyak tergantung dari industri besar atau industri induknya, pasti juga akan memukul supply chain tersebut,” ujat Agus. Kebutuhan dan ketersediaan bahan baku juga menjadi kendala karena dikaitkan dengan demand yang ada.
Selain itu, indeks manufaktur yang menurun juga disebabkan oleh pergerakan nilai tukar rupiah yang melemah. “Variabel penjualan dan input manufaktur kita 74% impor dan dengan tambahan tekanan kurs maka beban input meningkat. Akibatnya, output menurun signifikan,” tandas Agus.
Namun, Agus optimistis kegiatan industri akan segera normal bila Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dicabut nanti.
“Industri manufaktur kita akan bergairah lagi, seperti PMI yang 51,9 di bulan Februari lalu,” tegas Agus.