Potensi Zakat RI Capai Rp 250,4 Triliun, Baru Terealisasi Rp 22,5 Triliun
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas menyebut Indonesia memiliki potensi zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf sebesar Rp 250,4 triliun per tahun. Kendati demikian, hingga saat ini realisasinya hanya sebesar Rp 22,5 triliun.
Sekretaris Utama Bappenas Teni Widuriyanti menjelaskan potensi dana sosial keagamaan tidak hanya berhenti di situ. Ada pula dalam bentuk aset tanah berupa tanah wakaf yang sebanyak 440.512 lokasi dengan luas 57.263,69 hektare (Ha).
BACA JUGA: Kepercayaan Masyarakat Meningkat, Transaksi Zakat Digital Tumbuh Positif
Meski total aset wakaf sangat luas, hanya ada 41.183 aset wakaf yang produktif. Ini tersebar di 1.659 lokasi yang sudah dimanfaatkan secara optimal.
“Sementara itu, potensi wakaf uang mencapai Rp 180 triliun, namun realisasinya baru sekitar Rp 1,4 triliun,” kata Teni dalam Zakat Wakaf Impact Forum di Jakarta, Rabu (20/3/2024).
BACA JUGA: Permudah Layanan Zakat, BAZNAS Luncurkan Aplikasi Cinta Zakat
Menurutnya, zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf bagi pembangunan nasional lantaran dapat memangkas ketimpangan ekonomi dan kemiskinan. Selain itu, zakat juga bisa memperata pendistribusian kekayaan dan meningkatkan solidaritas.
Teni menyebut hingga sekarang tingkat kemiskinan di Indonesia yang berhak menerima zakat masih sangat besar meskipun kecenderungannya menurun. Tercatat, jumlah warga miskin yang berhak menerima zakat sebanyak 25,9 juta orang.
“Saat ini kita sedang menyusun visi Indonesia emas 2045 yang cita-citanya menjadi negara maju, sehingga zakat sangat penting untuk mengurangi kemiskinan,” ujarnya.
Teni menjelaskan rendahnya realisasi zakat disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya pemahaman masyarakat akan pentingnya dana sosial keagamaan yang berkelanjutan masih sangat rendah.
Ada pula faktor lain seperti rendahnya jiwa kewirausahaan umat, khususnya dalam mengembangkan dana sosial keagamaan secara produktif. Dari sisi sumber daya manusia (SDM) juga mengalami tantangan berupa rendahnya SDM berkualitas yang memiliki kompetensi tinggi pengelolaan dana umat.
“Masalah terakhir adalah belum terjalinnya kerja sama dan kolaborasi yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan untuk bisa mengumpulkan, mengelola, dan menyalurkan dana umat secara optimal,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk