Tiga Risiko Jika Pemerintah Pindahkan Ibu Kota Negara

marketeers article
39951153 thin line flat design of business city architecture, commercial building and street facilities, major central district with offices. modern vector illustration concept, isolated on white background.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Seminggu ini mendapatkan tugas serius terkait pengkajian rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta. Bappenas pun telah melahirkan beberapa rancangan konsep pemindahan ini. Skenario pemindahan ibu kota ini meliputi empat hal, yakni DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat jasa, pusat industri, dan pusat perdagangan. Selanjutnya, Bappenas membuat berbagai skenario dari keempat hal ini, mana yang harus pindah mana yang akan tetap di Jakarta. Di balik misi ini, ternyata Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) melihat adanya risiko.

“Kami akan melakukan studi soal ini sampai 2019. Upaya ini akan terasa berat. Apalagi, Indonesia belum punya pengalaman memindahkan hal yang konteksnya sangat besar seperti ini,” jelas Taufik Hanafi, Staf Ahli Menteri PPN Bidang Pemerataan dan Kewilayahan pada acara MarkPlus Center di Jakarta, Senin (8/5/2017)

Melihat rencana ini, APINDO yang diwakilkan oleh Ketua Kebijakan Publik Danang Girindrawardana senang-senang saja. Sebagai pelaku bisnis, tentu rencana ini akan melahirkan peluang usaha yang sangat besar. Namun, Danang pun memaparkan bahwa pemerintah akan menghadapi tiga risiko dalam menjalankan rencana ini. Risiko tersebut terkait dengan risiko politik, risiko investasi, dan risiko inkonsistensi penerapan hukum di negeri ini.

“Indonesia ini termasuk negara yang tidak mudah diprediksi. Bisa kita lihat, ketika kita ganti menteri maka besar kemungkinan regulasi yang ada akan berganti. Seperti yang terjadi di Kementerian Pendidikan DAN Kebudayaan. Dalam 5 tahun terakhir, telah terjadi perubahan sekitar 12 kurikulum sekolahan,” jelas Danang.

Menurutnya, kondisi seperti ini berisiko ketika Indonesia menjalankan program yang membutuhkan waktu realisasi yang panjang. Pemindahan ibu kota ini pun dinilai akan memakan waktu yang tidak cepat. Dikhawatirkan, ketika program ini sudah matang dan tengah berjalan, ketika terjadi perubahan struktur pemerintahan maka akan berubah lagi. Apa lagi, Presiden Joko Widodo akan memasuki masa pemilihan umum lagi pada 2019.

“Selain itu, Memindah ibu kota bukan soal pemindahan Istana Presiden dan Kementerian saja. Tapi juga soal pemindahan infrastruktur pendukung seperti kantor kepolisian beserta sarana dan perlengkapannya, termasuk sarana Paspamres. Dari sini saja, keseluruhan fasilitas keamanan ini jika dikapitulasi nilainya lebih dari Rp 11 Triliun. Ini bukan soal bangunannya saja, tetapi semua isinya,” lanjut pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Ombudsman ini.

Danang melanjutkan, hal ini belum termasuk pada respons pihak lain yang bersangkutan langsung dengan pemerintahan, misalnya kantor kedutaan besar. Bayangkan, Kedubes Australia yang baru saja menyelesaikan pembangunan gedungnya di Jakarta yang diklaim terbesar di dunia dengan nilai sekitar Rp 7 triliun. Tidak mungkin mereka serta merta ingin pindah juga. Menurut Danang, pemerintah pun harus mendengar pendapat mereka.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related