Kesuksesan Prodia meraih pertumbuhan revenue hingga 13,4% di tahun 2016 menandakan ketangguhan Prodia dalam merebut pasar healthcare service. Padahal, gonjang-ganjing era disrupsi tengah dihadapi para pemain bisnis. Sadar berada di tengah era disrupsi, Prodia tak menutup diri untuk berkolaborasi guna memperkuat diri di era disrupsi.
Setelah memiliki 137 cabang dengan 284 outlet yang tersebar di 119 kota di Indonesia, Prodia mulai melangkah lebih jauh lagi. Dari laboratorium klinik, Prodia memperluas lini bisnis ke arah speciality clinic. Dengan menggandeng startup kesehatan, Prodia optimistis memperluas channel mereka ke seluruh penjuru Indonesia.
“Di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity and Ambiguity) saat ini, siapa yang tidak bersinergi pasti akan tertinggal. Untuk itu, Prodia memutuskan menjalin kerjasama dengan sejumlah startup kesehatan sebagai salah satu bentuk channel bisnis bagi Prodia. Upaya ini telah kami mulai sejak tahun 2017,” ujar President Director PT Prodia Widyahusada, Tbk. Dewi Muliaty dalam wawancara bersama Marketeers beberapa waktu lalu.
Dari klinik laboratorium umum, Prodia mulai bergerak ke arah speciality clinic. Prodia Children’s Health Centre (PCHC) sebagai layanan khusus bagi anak-anak, Prodia Women’s Health Centre (PWHC) untuk layanan khusus perempuan, hingga Prodia Senior Health Centre (PSHC) yang diperuntukkan bagi masyarakat senior hadir untuk memenuhi kebutuhan pelanggan secara lebih spesifik.
Lebih dari itu, Dewi menambahkan Prodia tengah mengembangkan layanan versi lengkap dari Laboratorium Klinik Prodia yang menyediakan layanan lebih dari sekadar periksaan laboratorium.
“Di klinik yang kami beri nama Prodia Health Centre (PHC) ini, kami juga akan menyediakan jasa konsultasi dokter ahli seperti ahli olahraga dan ahli gizi serta layanan vaksinasi. Saat ini PHC telah ada di Jakarta, Medan, dan Surabaya. Kedepan, layanan ini akan kami kembangkan agar dapat hadir lebih luas lagi. Dengan kolaborasi dalam upaya memperluas distribusi, Prodia optimistis dapat menangkan kompetisi di era disrupsi,” ujar Dewi.
Editor: Eko Adiwaluyo