Produksi Baterai Mobil Listrik Lokal Usung Konsep Circular Economy
Pengembangan teknologi baterai dalam negeri untuk pembangunan industri kendaraan listrik nasional menerapkan konsep circular economy. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah menginisiasi proses recovery lithium dari recycle baterai bekas atau yang akrab dikenal dengan istilah urban mining.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Doddy Rahadi memaparkan, kendaraan listrik menggunakan baterai lithium ion dengan bahan aktif katoda diantaranya melibatkan unsur lithium, nikel, kobalt, mangan, dan alumunium.
Katoda memberikan kontribusi paling tinggi terhadap harga sel baterai lithium yakni sekitar 34%. Oleh karena itu, Kemenperin mendorong agar material tersebut diproses di dalam negeri untuk mendapatkan harga yang lebih ekonomis. Apalagi, Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah yang dapat diolah menjadi bahan aktif tersebut.
Kemenperin melalui B4T telah berupaya melakukan upaya substitusi impor di bidang energi, dengan membuat bahan aktif katoda berbasis NMC (nikel-mangan-kobalt). Proses pembuatan material aktif tersebut menggunakan produk industri smelter Indonesia. Namun, proses substitusi impor bahan aktif katoda memiliki kendala, yaitu sumber lithium.
“Indonesia tidak memiliki sumber alam mineral lithium, untuk mengatasi hal tersebut, Kemenperin telah menginisiasi proses recovery lithium dari recycle baterai bekas (urban mining),” ungkap Doddy di Jakarta, Kamis (27/08/2020).
Penelitian terkait urban mining ini sangat diandalkan, tidak terkecuali negara–negara maju. Bagi negara produsen, urban mining dijadikan solusi untuk mempertahankan keberlangsungan produksi. Dengan inovasi tersebut, Indonesia diharapkan dapat memiliki cadangan lithium meski tidak terdapat tambang lithium dari alam.
“Upaya ini juga merupakan salah bentuk circular economy di bidang energi khususnya kendaraan listrik,” sebut Doddy.
Doddy menambahkan, keseriusan pemerintah dalam pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai ditunjukkan dengan telah ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 tahun 2019 tentang Percepatan Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik (Mobil Listrik).
Perpres tersebut menjadi landasan bagi pelaku industri otomotif di Indonesia untuk segera menyusun rancang bangun dalam pengembangan mobil listrik. “Pemerintah menargetkan pada tahun 2025 sekitar 25 persen atau 400 ribu unit kendaraan Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) ada di pasar Indonesia,” imbuh Doddy.
Kepala BPPI menegaskan, untuk mendorong pengembangan baterai kendaraan listrik dalam negeri, diperlukan upaya untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada sekaligus upaya untuk substitusi impor komponen baterai, yang ditunjang oleh hilirisasi industri baterai lithium.
Tantangan bagi akademisi, pelaku industri, pemerintah, peneliti, perekayasa serta asosiasi dalam negeri untuk mewujudkan hal tersebut.