Program INOVASI hasil kemitraan Indonesia dan Australia terus berupaya mendukung sistem pembelajaran terbarukan melalui implementasi kurikulum Merdeka Belajar. Dalam meningkatkan kemampuan dasar literasi dan numerasi siswa, seluruh anggota lembaga pendidikan terus bergerak untuk mengimplementasikan kebijakan dan cara ajar baru.
Berdasarkan data Kemendikbud, kehilangan pembelajaran (learning loss) mengalami penurunan yang signifikan saat pandemi Covid-19. Untuk literasi, learning loss setara dengan enam bulan belajar, sedangkan learning loss untuk numerasi setara dengan lima bulan belajar.
Sebab itu, program INOVASI dengan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Kementerian Agama, dan Bappenas bersama-sama memberikan ruang dan sarana bagi tenaga pendidik untuk mengembangkan praktik inspiratif dalam model pembelajaran, termasuk implementasi kurikulum Merdeka Belajar.
Kepala BSKAP Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengungkapkan pihaknya selalu senang dapat bekerja dengan Tim INOVASI serta mitra-mitra daerah. Memiliki tujuan yang sama dalam bidang pendidikan, keduanya berfokus pada penerapan Merdeka Belajar sebagai kesempatan yang adil terhadap pendidikan berkualitas.
“Kami ingin memastikan anak-anak kami bukan hanya bersekolah tetapi juga berkesempatan untuk tumbuh kembang, mendapatkan stimulasi agar mereka memiliki karakter dan kompetensi dasar yang diperlukan untuk masa depan mereka,” kata Anindito dalam acara Temu INOVASI #13 yang diselenggarakan secara hybrid pada Selasa (7/6/2022).
Kurikulum Merdeka Belajar sendiri bertujuan untuk mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa. Terdapat tiga karakteristik utama dari kurikulum ini, yakni menjadi lebih sederhana dan fokus pada materi esensial, fleksibilitas, serta pembelajaran berbasis project guna pengembangan soft skills dan karakter.
Hasil studi Kemendikbudristek pun menunjukkan proyek mitigasi learning loss dengan kurikulum yang lebih sederhana menghasilkan capaian belajar yang optimal dan berpotensi. Untuk literasi dan numerasi hanya membutuhkan waktu empat bulan agar semangat belajar kembali bangkit dan sistem pembelajaran lebih efisien serta terintegrasi.
Beberapa perwakilan tenaga pendidik dari sejumlah wilayah Indonesia, seperti Kalimantan Utara, Jawa Timur, NTB, dan NTT turut memaparkan persiapannya terhadap kurikulum Merdeka Belajar. Masing-masing institusi pendidikan memiliki program pembelajaran inspiratif tersendiri antara lain adalah program literasi, formative assessment, hingga sosialisasi dengan orang tua siswa.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas Subandi juga turut mengungkapkan tantangan utama dunia pendidikan. Tantangan yang dimaksud ialah bagaimana mengurangi kesenjangan antarwilayah dan pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab itu, kurikulum Merdeka Belajar hadir sebagai salah satu solusi.
“Bank Dunia sudah memprediksi adanya learning loss sebagai dampak dari pandemi termasuk hasil kemampuan literasi siswa. Inilah yang harus kita perjuangkan melalui program INOVASI contoh-contoh baik dari tenaga pendidik dan lembaga pemerintahan,” tutur Subandi.
Editor: Ranto Rajagukguk