Prudential Syariah Ungkap Problem Penetrasi Ekonomi Syariah Tanah Air
Inovasi dan kolaborasi yang didukung oleh digitalisasi dinilai menjadi langkah bersama yang perlu diakselerasi oleh berbagai pihak guna meningkatkan penetrasi ekonomi syariah di Indonesia, termasuk asuransi syariah.
Hal ini yang dirasakan dan diungkapkan oleh Prudential Syariah sebagai salah satu pemain di industri tersebut.
Perusahaan menemukan, penetrasi ekonomi syariah di Tanah Air dinilai masih minim dibandingkan dengan sejumlah negara lainnya, seperti misalnya Malaysia dan India.
Padahal, potensi ekonomi syariah di Indonesia sangat besar yang didukung dengan jumlah umat muslim yang mencapai 80% dari populasi.
Paul Setio Kartono, Chief Financial Officer Prudential Syariah memaparkan data global dari Prudential, khususnya di Asia Pasifik, Malaysia masih menjadi pemimpin pasar dalam asuransi syariah.
Padahal, jelas dia, jumlah umat muslim di Malaysia hanya mencapai 70% dari total populasinya sebesar 60 juta jiwa. India juga menjadi negara yang bisa menjadi pesaing dengan jumlah penduduk muslim mencapai 15% dari total populasinya sebesar 1,5 miliar jiwa.
“Sedangkan di Indonesia, ada 80% dari 275 juta penduduk. Jadi, seharusnya potensi kita sangat besar,” tegasnya lewat laporan tertulis.
BACA JUGA: Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia Perlu Kreativitas dan Inovasi
Untuk itu, upaya meningkatkan penetrasi pasar asuransi syariah dapat diakselerasi melalui kolaborasi, inovasi, dan digitalisasi. Ia melihat, di industri asuransi, khususnya syariah, prinsip law of the large number (hukum bilangan besar) memegang peranan penting.
Artinya, semakin besar jumlah tertanggung, maka semakin signifikan dan merata penyebaran risiko sehingga risiko yang ditanggung individu semakin kecil.
Tidak terbatas pada pengembangan asuransi syariah, Paul menilai bahwa kolaborasi, inovasi, dan digitalisasi juga dapat dilakukan seluruh pemangku kepentingan di industri syariah. Tujuannya tak lain agar mampu mengembangkan ekosistem demi kemajuan ekonomi dan keuangan syariah di Tanah Air.
“Ini hanya bisa dicapai dengan kolaborasi, inovasi dan digitalisasi melalui teknologi. Itu yang selalu Prudential Syariah canangkan,” ungkapnya.
Paul mengatakan, pengembangan ekosistem syariah melalui kolaborasi, inovasi, dan digitalisasi ini semakin terbuka dengan kehadiran berbagai pelaku jasa keuangan syariah berbasis teknologi dan berbagai pemangku kepentingan lainnya seperti akademisi, para pakar, dan komunitas.
“Ada fintech payment dan berbagai macam lagi. Kita bisa berkolaborasi dan mencari peluang kerja samanya. Jadi, kita bisa membentuk dan mengembangkan ekosistem bersama-sama,” lanjutnya.
Strategi Prudential Syariah
Paul menjelaskan Prudential Syariah merupakan joint venture pertama yang berhasil spin-off sebagai entitas asuransi Syariah terpisah di Indonesia dan telah berkolaborasi dengan berbagai institusi maupun stakeholder, seperti Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Nahdlatul Ulama (NU), maupun institusi pendidikan untuk meningkatkan literasi asuransi Syariah.
Prudential Syariah pun memperluas kolaborasi dengan bergabung menjadi Ketua Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI).
Senada dengannya, Harpedi Suseto, Head of Digital Ecosystem Prudential Syariah, mengatakan kolaborasi dan inovasi yang didukung digitalisasi menjadi langkah penting untuk berkontribusi dalam meningkatkan ekonomi maupun solusi proteksi bagi masyarakat muslim di Indonesia. Peningkatan penetrasi ekonomi syariah tak dapat dilakukan secara parsial.
“Salah satu kendala ekonomi syariah di Indonesia adalah rendahnya literasi. Di asuransi, literasinya rendah, inklusinya lebih rendah lagi. Padahal, potensi muslim di Indonesia luar biasa,” jelasnya.
BACA JUGA: Tahun 2022, Prudential Syariah Catatkan Pertumbuhan Sebesar 3,5%
Saat ini, Indonesia menjadi negara dengan potensi ekonomi syariah terbesar keempat di dunia, setelah Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Walaupun memiliki potensi yang besar, sayangnya masih terdapat tantangan untuk mencapai potensi tersebut, khususnya dalam aspek literasi dan inklusi keuangan syariah, termasuk untuk asuransi syariah.
Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan syariah baru mencapai 9,14%, sementara indeks inklusi keuangan syariah mencapai 12,12%.
Dia juga menegaskan bahwa Prudential Syariah menerapkan konsep inklusif yaitu “Syariah for All” dalam memperluas jangkauan pasar dan memberikan manfaat proteksi berbasis Syariah kepada masyarakat Indonesia. Kolaborasi dan inovasi yang didukung oleh digitalisasi menjadi penting dalam mencapai tujuan tersebut.
“Melalui pendekatan tersebut, Prudential Syariah memperlihatkan kepada masyarakat bahwa ekonomi Syariah terus tumbuh berkelanjutan sesuai kebutuhan peserta,” ungkap Harpedi.
BACA JUGA: Prudential Indonesia: Potensi Ekonomi Syariah di Indonesia Sangat Besar
Sementara itu, Ronald Yusuf Wijaya, Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), mengakui bahwa Indonesia dengan populasi muslim yang besar memiliki potensi ekonomi syariah yang masif. Penetrasi atas potensi itu akan bisa diwujudkan dengan pemanfaatan teknologi dan kolaborasi.
Sebab itu, dia mengatakan bahwa AFSI merupakan rumah bagi startup, institusi, akademisi, komunitas dan pakar syariah yang bergerak bersama, mendorong ekonomi syariah dengan memanfaatkan teknologi.
“Total jumlah anggota AFSI saat ini adalah 85 anggota. Kami agak unik lantaran lebih beragam karena AFSI adalah rumah dari semua ekosistem yang berhubungan,” jelasnya.
Dengan bergabungnya Prudential Syariah, Ronald mengatakan AFSI akan mendorong kolaborasi yang lebih luas dari seluruh anggota dan juga pihak-pihak terkait yang ingin bergabung.
“Kami punya visi dan misi untuk mendorong ekosistem ekonomi dan keuangan syariah Indonesia menjadi nomor satu,” pungkasnya.