Siapa yang tidak kenal dengan merek Apple? Perusahaan ini sangat sukses di pasar dan berhasil mendapatkan brand valuation tertinggi sepanjang sejarah, yakni sebesar US$ 355 billion. Perkembangan bisnis mereka bisa dikatakan cukup fantastis.
Pada tahun 2018, Apple berhasil mencapai market capitalization sebesar US$ 1 triliun. Kemudian, meningkat pada tahun 2020 mencapai U$ 2 triliun dan US$ 3 triliun pada tahun 2022. Angka tersebut bahkan lebih besar daripada total market capitalization merek-merek besar di dunia, seperti Walmart, Coca Cola, McDonalds, Disney, Netflix, dan sebagainya. Bagaimana bisa? Simak analisis yang dilakukan oleh Iwan Setiawan, CEO Marketeers mengenai rahasia dibalik kesuksesan perusahaan tersebut dan merangkumnya.
Iwan menjelaskan, dari total seluruh valuasi yang dimiliki Apple, sebanyak 12% hanya dikontribusikan oleh brand saja. Menurutnya, inilah yang membuat perusahaan tersebut dikenal luas di seluruh dunia, dan menjadi salah satu brand terkuat selama beberapa tahun terakhir.
“Brand value yang besar ini sering disebut sebagai Apple Tax. Banyak yang bilang bahwa perusahaan ini menjual produk yang lebih mahal dari kompetitor. Padahal, mungkin saja spesifikasinya sama persis atau bahkan di bawah kompetitor. Ini menunjukkan kekuatan dari merek itu sendiri,” kata Iwan.
Iwan melihat bahwa terdapat tiga hal yang merupakan kunci dari Apple melipatgandakan kekuatan merek mereka selama beberapa tahun terakhir. Pertama, perusahaan ini melakukan berbagai jenis inovasi, baik dari sisi teknologi maupun desain.
“Di sisi teknologi, Apple membuat gadget sendiri, software sendiri, dan memiliki pellayanan yang dibangun sendiri secara in house. Inilah kekuatan dari inovasi yang sangat terintegrasi. Jadi, bukan hanya dari satu sisi atau bidang saja, namun secara komprehensif menyangkut semua hal,” jelas Iwan.
Tidak hanya itu, terkait desain, ada tiga elemen besar yang mana Apple bermain dengan sangat baik dan membuat banyak orang menyukai desain language dan gaya yang merek tersebut bangun. Ketiga elemen tersebut yakni industrial design, human interface design, dan communication design.
“Mereka memfokuskan diri untuk membangun produk yang usability nya bagus, design thinking yang baik dan sangat memperhatikan detail. Cara mereka menentukan copywriting dalam iklan hingga memilih font dan size, semua dipikirkan dengan sangat mendalam,” kata Iwan.
Iwan melihat, inovasi dari Apple berobjektif pada dua hal, yaitu simplicity dan usability. Semua produk Apple terkesan sangat simpel dan mudah digunakan. Menurutnya, perusahaan tersebut tidak berpikir dari sudut pandang produsen, melainkan yang menggunakan. Apakah mereka nyaman dan mudah menggunakan berbagai fiturnya atau tidak.
Selanjutnya, Iwan mengatakan bahwa Apple memiliki captive market. Perusahaan ini membuat segala hal, mulai dari produk iPhone, iPad, MacBook hingga Watch series. Mereka juga membuat semua produk tersebut bekerja dengan optimal jika bersinergi satu sama lain. Hal tersebut membuat Apple memiliki komunitas mereka sendiri, yang mana pelanggan sulit untuk keluar dan kompetitor sulit masuk ke dalamnya.
“Hal inilah yang menyebabkan cross selling terjadi secara alami. Kalau sudah punya satu produk, mau punya produk lainnya untuk meningkatkan performa produk yang sudah dimiliki. Ini membuat loyalitas pelanggan menjadi tinggi sehingga untuk berpindah ke kompetitor lebih sulit,” tambah Iwan.
Terakhir, segala sesuatu tentang Apple, membuat pelanggan mereka nyaman, senang, dan bangga. Menurut Iwan, produk perusahaan ini adalah brand utilities, sebab fokusnya pada branded. Selain itu, produk Apple juga sangat dicintai oleh pelanggan.
“Produk dari merek ini juga merupakan social connectors. Ketika sudah pakai produk Apple, pelanggan seakan merasa sudah menjadi bagian dari komunitas Apple. Intinya, hal-hal tersebut fokus untuk menciptakan emotional benefit dan feel good factors di komunitas yang perusahaan bangun,” tutup Iwan.
Editor: Eko Adiwaluyo