Rakernas Virtual IMA 2020: Perusahaan Harus Melihat Krisis Sebagai Peluang Baru
Di tengah pandemi yang melanda dunia, Indonesia Marketing Association menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pada Sabtu (04/04/2020). Rapat yang sebelumnya direncanakan digelar di Kota Palembang ini terpaksa dialihkan menjadi Rakernas Virtual untuk menghindari penyebaran COVID-19 yang semakin luas.
Dalam rakernas kali ini, IMA mengangkat tema Indonesia vs COVID-19: Continuity & Sustainability. Hal ini didorong dengan fenomena pandemi virus COVID-19 yang menyebabkan perlambatan ekonomi tidak hanya di Indonesia, tapi juga dunia. Bahkan, Suparno Djasmin, Presiden IMA periode 2019-2021 mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan bergerak turun dari 5% ke 2%.
Krisis COVID-19 menjadi yang terburuk kedua setelah perang dunia kedua. Virus baru yang memiliki tingkat penularan tinggi ini memaksa masyarakat untuk melakukan social distancing dan self isolation. Tak ayal membuat kegiatan perekonomian terhenti, hanya beberapa industri yang tetap berjalan. Namun, secara umum, krisis ini menyebabkan perusahaan kesulitan dalam hal likuiditas.
“Yang paling berbahaya, hal ini dapat memicu gelombang PHK. Efek dominonya akan terlalu kuat. Untuk itu sebagai marketeer, IMA harus memilki strategi agar bisa tetap produktif,” katanya.
Dipaparkan oleh Hermawan Kartajaya, Founder & Chairman MarkPlus, Inc., perusahaan bisa menerapkan SPA (Surviving/Servicing, Preparing, dan Actualizing) pada kondisi seperti ini. Menurutnya, ada dua jenis pemain di tengah krisis, yaitu potential loser dan potential winner.
Industri yang berpotensi mengalami kekalahan seperti perhotelan dan pariwisata harus melakukan strategi surviving. Sementara industri kesehatan, e-commerce, dan logistik yang berpotensi menjadi pemenang harus tepat melayani pelanggannya dengan servis tebaik, sehingga tidak hanya menjadi pemenang saat masa kritis. Perusahaan yang bergerak di industri ini juga dapat mempertahankan advokasinya di masa paska krisis.
“Jika masa krisis memanjang, baik potential loser dan potential winner harus melakukan preparing. Menyiapkan kemungkinan terbaik dan terburuk dan dilanjutkan dengan actualizing agar strategi perusahaan dalam masa krisis tidak menjadi bumerang saat krisis berakhir,” katanya.
Dilanjutkan oleh Suparno Djasmin, perusahaan juga harus melihat kesempatan yang terbuka pada masa krisis ini. Salah satunya dengan mulai berakselerasi mengikuti perkembangan teknologi terhadap aspek-aspek bisnis. Dengan adanya krisis ini, akan terjadi percepatan peran teknologi digital terhadap industri.
Artinya, perusahaan harus proaktif untuk ikut cepat bergerak menyesuaikan diri dan tidak terpaku pada sistem tradisional dan semi tradisional yang masih banyak digunakan sekarang.
Dalam rapat ini, IMA juga merilis lima poin Deklarasi Rakernas Virtual IMA 2020. Deklarasi ini sejalan dengan pasal 5 ayat 2 Anggaran Dasar IMA tentang tujuan Indonesia Marketing Association. Deklarasi tersebut berbunyi:
Pertama, pelaku bisnis di Indonesia mesti melihat krisis yang dipicu COVID-19 bukan hanya sebagai bahaya, tetapi juga sebagai momentum untuk menjadi lebih baik dalam menjalankan bisnis. Bukan hanya momentum untuk tetap menghasilkan penjualan di tengah krisis tapi juga sebagai momentum melakukan akselerasi penerapan proses bisnis yang lebih cepat, efisien, nyaman dan aman.
Kedua, pelaku bisnis di Indonesia, semestinya menjadikan volatility dari berbagai changes, uncertainty dari langkah competitors, complexity dari customers serta ambiguity yang dihadapi berbagai companies dalam menghadapi dampak COVID-19.
Selanjutnya, langkah ini dijadikan kerangka untuk mempertajam upaya Discover peluang baru, dengan Adventure cara-cara baru, ketepatan melihat dan mengeksekusi Momentum, dan punya Outlook situasi persaingan di masa depan, terutama di post COVID-19.
Ketiga, pelaku bisnis di Indonesia semestinya memiliki leadership yang terdiri dari empat aspek: Aspek Fisik (PQ), Aspek Intelektual (IQ), Aspek Emosional (EQ) dan Aspek Spiritual (SQ). Hal ini diperlukan agar tidak panik dan tetap berpikir jernih dalam menghadapi krisis. Selain itu, bisa menghadapi tantangan dengan kerangka DAMO (Discovery-Adventure-Momentum-Outlook).
Keempat, pelaku bisnis di Indonesia semestinya menghadapi krisis ini dengan dua kerangka besar, surviving di era COVID-19, yaitu menghadapi tantangan penurunan penjualan di era COVID-19 dengan kreativitas dan produktivitas. Dan, sustaining yaitu menjaga perlambatan penjualan di era COVID-19 untuk menjadi perusahaan yang sustainable di post COVID-19.
Kelima, pelaku bisnis di Indonesia yang menginginkan kesuksesan yang solid di era post COVID-19, mesti memastikan dan meningkatkan sinergi antara fungsi pemasaran dengan operasional, teknologi, sumber daya manusia, dan keuangan.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz