RedDoorz Kantongi Marketeers Omni Brands Award 2019

marketeers article

Sempat dianggap sebagai pembawa disrupsi bagi pemain konvensional di industri perhotelan, RedDoorz yang hadir sebagai Virtual Hotel Operator (VHO) justru mampu memperkaya ekosistem industri ini melalui kolaborasi. Mengombinasikan ranah online dan offline dalam berbagai aspek, RedDoorz berkembang bersama seribu partner yang tersebar di lebih dari 50 kota di Indonesia.

Memosisikan diri sebagai affordable budget hotel platform, RedDoorz ingin menjadi solusi bagi para pelaku bisnis hotel bujet. Skema bisnis RedDoorz terbilang berbeda dibanding pemain e-commerce. Jika di platform e-commerce para pedagang dapat membayar untuk memperoleh posisi teratas dalam pencarian, hal ini tidak berlaku di RedDoorz.

Sandy Maulana, Country Marketing Head RedDoorz Indonesia mengatakan, RedDoorz menggunakan teknologi berbasis preferensi. Pencarian yang diberikan RedDoorz akan mengikuti jejak pelanggan selama beraktivitas di online.

Geliat RedDoorz memang tak perlu dipertanyakan lagi. Sebagai digital native, RedDoorz memiliki backbone teknologi yang mumpuni. Soal digital marketing, Sandy mengatakan, mereka memiliki beragam digital placement, mulai dari media sosial, akses untuk Customer Relationship Management (CRM), hingga Search Engine Optimization SEO (SEO).

Meski dominan di online, apakah offline masih penting bagi digital native seperti RedDoorz? Bagi Sandy, hal ini masih penting. RedDoorz justru harus mampu mengintegrasikan kedua jenis kanal tersebut. Sandy menyebutnya dengan strategi omnichannel.  “Kami melihat customer journey konsumen tidak hanya online. Mereka juga masih membutuhkan kanal offline. Kami memandang customer as a person,” ungkap Sandy.

Diawali dengan mempermudah pelanggan dalam melakukan transaksi pemesanan, RedDoorz melayani mereka dengan berbagai saluran dan pilihan pembayaran. Pelanggan dapat memesan penginapan di RedDoorz melalui mobile site (aplikasi, website), Online Travel Agent (OTA) yang bermitra dengan RedDoorz, atau maupun secara langsung di penginapan RedDoorz. Pelanggan memiliki beragam pilihan pembayaran, mulai dari debit, kartu kredit, dompet digital, hingga pembayaran cash di tempat. Bahkan, mereka bisa melakukan memesan secara online dan membayar secara offline di penginapan.

RedDoorz percaya, setiap saluran memiliki peran masing-masing. Sandy menambahkan, setiap saluran tersebut masih bisa dibagi-bagi lagi peran di dalamnya. Untuk ranah online, misalnya, RedDoorz membagi peran untuk iklan digital, seperti Facebook Ads maupun SEO. Hal yang sama juga terjadi di ranah offline.

Pentingnya Pengalaman Fisik

Meski menaruh investasi besar di ranah online, RedDoorz belakangan kian memperkuat saluran offline mereka. Kembali lagi, pada akhirnya pengalaman fisik menjadi ujung tombak bisnis hospitality. Sejumlah aktivitas pemasaran offline dijamah di lokasi-lokasi yang memang memiliki tingkat relevansi tinggi dengan target pasar RedDoorz.

Di area kampus misalnya, RedDoorz mengadakan event komunitas (RedCampus), event musik, dan tari (RedFest) yang digelar di sejumlah kota besar di Indonesia. RedDoorz juga menggelar travelling event bersama influencer (RedTrip). Beragam aktivitas offline tersebut bukan sebatas untuk meningkatkan awareness. Sandy mengatakan, aktivitas offline merupakan kesempatan besar bagi RedDoorz untuk meningkatkan engagement dengan target pasar, dan kemudian mengarahkan mereka untuk mengunduh dan menggunakan layanan RedDoorz.

Menilik studi kasus aktivitas offline yang tengah dijalani RedDoorz, program RedTrip menjadi salah satu strategi yang cukup efektif. Berawal dari kesuksesan program RedTrip pertama RedDoorz yang mengajak sejumlah influencer berjalan-jalan merasakan pengalaman menginap di berbagai penginapan RedDoorz di berbagai daerah. Dalam program RedTrip kedua, RedDoorz melibatkan pelanggan bersama-sama merasakan pengalaman trip bersama influencer favorit mereka.

Namun, RedDoorz  tidak menggandeng influencer besar. Mereka justru berkolaborasi bersama microinfluencer dengan jumlah pengikut di media sosial kurang dari 250.000  akun. Alasannya, selain efisiensi bujet, cara ini juga terhitung efektif dari sisi hasil.

“Hasilnya sangat memuaskan. Kami menerima sekitar 800 submissions untuk kemudian memilih sepuluh peserta yang berkesempatan menikmati trip bersama para influencer. Engagement yang kami peroleh cukup tinggi. Para followers tertarik untuk bisa menikmati trip bersama influencer yang mereka gemari,” kata Sandy.

Lebih dari itu, RedDoorz turut menggandeng online taxi local untuk memasarkan RedDoorz kepada penumpang mereka. Cara-cara lama seperti menggunakan Sales Promotion Person yang berkeliling di sejumlah area, hingga memasang billboard yang kontekstual di area-area yang relevan dengan pariwisata dan perjalanan seperti bandara turut dijamah RedDoorz.

Bicara hasil, Sandy mengatakan masing-masing saluran memiliki peran yang berbeda. Soal performa, jelas strategi digital lebih efektif. Hal ini dikarenakan hasil yang langsung terukur. Namun, bagi Sandy, kanal pemasaran offline turut memberi sumbangannya sendiri.

RedDoorz menyakini, brand building dan performance marketing merupakan dua hal berbeda. Pemasaran offline mendukung brand building. Dalam proses ini, RedDoorz berinvestasi pada masa sekarang yang hasilnya bisa dituai di masa depan.

Berbeda dengan ranah digital yang bersifat performance marketing. Tidak ada hasil yang sia-sia karena berbagai strategi yang digunakan memiliki peran tersendiri yang kemudian memberikan pengalaman pelanggan dan membuat mereka memilih RedDoorz,” pungkas Sandy.

    Related