Rekomendasi Pertamina Soal Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik
PT Pertamina (Persero) terus mengembangkan baterai bagi kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan melimpahnya komoditas nikel sebagai bahan baku di Indonesia.
Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina mengungkapkan, dengan infrastruktur yang melimpah perusahaan energi milik negara ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan penetrasi EV di Indonesia. Pertamina juga memiliki data segmentasi karakteristik, mobilitas, dan kemampuan membeli.
“Kami yakin dengan cadangan nikel di Indonesia, kami bisa memproduksi baterai dan meningkatkan penetrasi EV,” kata Nicke melalui keterangannya, Selasa (24/1/2023).
Tercatat, Pertamina memiliki lebih dari 7.400 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), 6.100 Pertashop, dan 63.000 outlet LPG. Pertamina juga siap berkolaborasi dengan pihak lain dari berbagai negara untuk mengembangkan baterai EV dan mengoptimalkan infrastruktur yang dimiliki.
BACA JUGA: Pertamina Temukan Cadangan Minyak 1.400 Barel per Hari
Komitmen ini sejalan dengan rekomendasi yang diajukan oleh Gugus Tugas Energi, Keberlanjutan dan Iklim B20 (Business 20-Task Force Energy, Sustainability, and Climate/B20-TF ESC) yang salah satunya mengajukan rekomendasi kebijakan untuk mempercepat pengembangan ekosistem kendaraan listrik (EV).
B20-TF ESC adalah komunitas bisnis yang mendukung G20 dengan rekomendasi kebijakan yang berdampak dan dapat ditindaklanjuti dari aspek bisnis. Memiliki lebih dari 150 anggota, dengan delapan ketua bersama dipilih dari beberapa negara dengan jenis energi yang berbeda.
Nicke bilang, pihaknya memberikan rekomendasi kebijakan tersebut antara lain percepatan penggunaan energi berkelanjutan, memastikan transisi yang adil dan terjangkau, serta meningkatkan ketahanan energi. Untuk mempercepat penggunaan energi berkelanjutan, Pertamina menargetkan efisiensi energi, dengan elektrifikasi menjadi faktor penentu keberhasilan.
BACA JUGA: Optimalkan Cadangan Nikel, Pertamina Dukung Ekosistem Baterai EV
“Ada target efisiensi energi sisi permintaan, bagaimana mengelola efisiensi energi dari sisi permintaan, dan kami percaya elektrifikasi menjadi faktor kunci keberhasilan,” katanya.
Selain itu, Nicke juga menyoroti perlunya pembiayaan, terutama dari negara maju, mengingat transisi energi ke energi terbarukan membutuhkan investasi modal yang sangat besar. Sehingga diperlukan dukungan investasi dari negara maju.
Lalu, rekomendasi kebijakan kedua, adalah perlunya memastikan transisi yang adil dan terjangkau. Dalam rekomendasi tersebut, Nicke menyoroti perlunya mempersiapkan transisi yang berkeadilan dari sektor yang terdampak transisi energi terhadap sektor terkait.
Dia menyebutkan perlunya memastikan praktik berkelanjutan dalam akses mineral untuk membangun infrastruktur energi baru yang bersih dan rendah karbon, termasuk kendaraan listrik. Lalu, rekomendasi ketiga adalah perlunya peningkatan ketahanan energi.
“Kami membutuhkan kerangka kerja dan regulasi seperti insentif untuk mempromosikan dan mengakselerasi ekosistem EV,” kata Nicke.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz