Reposisi Indonesia Melalui Global Coal Summit 2013

Menurunnya kegiatan ekonomi dunia telah memangkas permintaan akan batubara dan mengakibatkan turunnya harga batubara dunia serta melemahkan batubara global. Industri batubara Indonesia turut merasakan kondisi tersebut, dan kondisi ini seolah menciptakan anggapan bahwa cadangan batubara di Indonesia minim. Memang sejumlah perusahaan batubara di Indonesia mengalami penurunan operasi dan keuntungan, tapi bukan berarti industri batubara domestik merana.

Para pemain industri batubara nasional justru menunjukkan sikap positif di tengah kondisi ini, bahkan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia tetaplah pemain terpenting dalam industri batubara dunia, pengusaha batubara Indonesia yang bergabung di dalam Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyelenggarakan “The 1st Global Coal Summit (GCS) 2013” di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali, pada 18-20 November 2013.

“Melalui kegiatan ini, kami ingin mengundang seluruh stakeholder industri batubara nasional dan internasional untuk duduk bersama dan membicarakan berbagai isu dan tren di pasar domestik dan global. Kegiatan ini akan difokuskan pada tiga hal yaitu batubara dan produk turunannya, teknologinya, dan perkembangan saat ini dan di masa depan,” ujar Bob Kamandanu, Ketua APBI sekaligus Ketua Panitia GCS 2013.

Miranti Andreandi, CEO PT Dyandra Konvensi Internasional (Dyandra Convex) selaku event organizer, mengungkapkan bahwa GCS edisi perdana ini mendapat dukungan dari KADIN, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Fokus utama GCS 2013 adalah masalah emisi lingkungan dan teknologi seputar penggunaan batubara dan perkembangan masa depan dari pembangkit listrik tenaga batubara demi mewujudkan polutan minim emisi, mengurangi biaya dan efisiensi panas yang lebih baik sekaligus menghasilkan produk yang memenuhi kebutuhan pasar energi masa depan.

Melalui pertemuan tingkat tinggi ini pula, APBI ingin menekankan pentingnya batubara dalam menyediakan energi di dunia. “Sampai saat ini batubara masih menjadi sumber energi termurah yang terjangkau oleh satu miliar penduduk miskin di negara berkembang,” ujar Bob. Isu selanjutnya adalah menjaga industri batubara Indonesia mampu meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan industrinya untuk berkontribusi kepada negara, dan menjaga ketahanan energi nasional.

Dengan nilai cadangan yang diperkirakan mencapai 28 miliar ton, batubara memiliki kontribusi besar bagi pendapatan negara karena menyumbang 85% dari pendapatan di bidang pertambangan.

“GCS 2013 adalah salah satu peluang bagi industri batubara Indonesia bahwa Indonesia adalah pemain terpenting, dan industri ini bahkan akan meningkat untuk lima sepuluh tahun ke depan, tidak seperti yang diprediksi bahwa akan menurun,” komentar Pandu Sjahrir, Sekretaris Jenderal GCS 2013.

 

Related

award
SPSAwArDS