Di tengah kondisi pandemi, PT Astra International Tbk. yang berhasil tetap berdiri tegak. Meskipun tetap merasakan beragam tantangan selama pandemi. Salah satu kunci sukses Astra menghadapi situasi pandemi adalah pengalaman dan perjalanan panjang dalam menyiapkan diri untuk menghadapi kondisi ekonomi terburuk.
Prijono Sugiarto, Presiden Komisaris PT Astra International Tbk yang bisa dibilang sebagai juru selamat Astra di tengah serangan pandemi COVID-19. Hal ini dimulai sekitar tahun 2000. Saat itu Prijono yang merupakan salah satu anggota jajaran direksi PT Astra International Tbk. mencetuskan ide agar Astra mulai menjajaki bisnis di sektor lain. Menurutnya, perlu ada diversifikasi bidang di dalam perusahaan jika ingin memiliki umur dan kesuksesan yang panjang.
“Berbahaya untuk sebuah perusahaan jika hanya bergantung pada satu bidang. Jadi, saat itu saya mencetuskan untuk mulai melirik potensi bisnis lain untuk dikembangkan,” kata Prijono yang kini menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Astra International Tbk. di gelaran Jakarta CMO Club, Selasa (25/08/2020).
Sejak saat itu Astra mulai melebarkan sayapnya ke berbagai bisnis, mulai dari manufaktur, infrastruktur, keuangan, hingga yang paling baru di sektor properti. Atas diversifikasi bisnis tersebut, Astra berhasil memperkuat namanya di ranah bisnis dalam negeri, bahkan global.
Keberanian Astra melakukan diversifikasi bisnis tidak dilakukan secara gegabah. Prijono menjelaskan bahwa sejak memutuskan strategi ini, Astra segera menyusun ketentuan yang menjadi dasar berjalannya bisnis baru. Setidaknya, ada empat syarat yang diberlakukan. Pertama, bisnis harus bisa dikembangkan. Kedua, mengetahui dan mengenali partner kerja sama. Ketiga, bisnis harus mampu memberikan kompeteni dan nilai tambah yang baik. Terakhir, ada value chain yang bisa menghubungkan bisnis baru dengan bisnis yang sudah ada sebelumnya.
“Bisnis baru ini juga harus menang di pasar, setidaknya di posisi ketiga. Jika bayangannya di bawah itu, lebih baik tidak usah membuat bisnis baru. Syarat ini terus dan harus diberlakukan. Apa gunanya bisnis baru jika bayangannya untuk dikembangkan masih tidak jelas atau ternyata tidak bisa memberikan nilai tambah? Diversifikasi bisnis artinya Astra harus mendapatkan hasil yang lebih besar dari sebelumnya,” katanya tegas.
Jika sebelumnya diversifikasi bisnis yang dilakukan Astra dirasakan sebagai aspek nilai tambah, di masa pandemi ini, ide Prijono bisa dibilang sebagai strategi penyelamat. Bisa dibayangkan jika Astra masih hanya bergantung pada bisnis otomotifnya sementara di masa pandemi, lanskap industri otomotif carut-marut. Di awal pandemi, bulan Maret-April, penjualan motor dan mobil turun hingga 80%. Memasuki bulan Mei-Juni, penjualan mulai membaik dan memasuki periode Juli-Agustus, Astra masih mengalami penurunan penjualan pada kisaran presentase 50%.
Bisnis di bidang lain bisa menutup jika bisnis lainnya mengalami perlambatan. Ini yang dirasakan oleh Astra. Saat bisnis otomotif turun, maka lini bisnis lain siap menjadi backup. Contohnya adalah infrastruktur jalan tol dan properti yang dimiliki Astra yang berperan besar dalam membantu perusahaan untuk bertahan.
“Infrastruktur adalah sektor yang selalu dibutuhkan. Jalan tol tetap beroperasi karena harus menyokong sektor yang harus terus berjalan di tengah pandemi. Properti di tengah pandemi ini justru mencatat raihan yang baik. Bisa dilihat strategi ini begitu terasa efeknya jauh setelah dilakukan, tapi karena itu persiapannya jadi lebih matang,” tutup Prijono.