Revisi Permendag 50 Tahun 2020, TikTok Dilarang Transaksi Langsung
Kementerian Perdagangan (Kemendag) bakal melakukan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020. Dalam aturan baru, pemerintah bakal melarang social commerce, seperti TikTok untuk melakukan transaksi guna melindungi produk-produk lokal.
Zulkifli Hasan, Menteri Perdagangan menuturkan nantinya social commerce hanya boleh memasilitasi promosi barang dan jasa saja. Dengan begitu, perannya sama halnya, seperti televisi yang cuma melakukan promosi.
BACA JUGA: Bangun Persona Untuk Perkuat Positioning UKM di Social Commerce
“Sudah disepakati mulai bulan ini revisi Permendag 50 Tahun 2020 akan segera kami tandatangani,” kata Zulkifli dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (25/9/2023).
Menurutnya, revisi aturan ini nantinya juga akan memisahkan algoritma antara media sosial, e-commerce, dan social commerce. Adapun tujuan pemisahan algoritma, yaitu mencegah penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis dari oknum-oknum tertentu.
BACA JUGA: Rahasia Mami Louisse Tembus Rp 15 Miliar Sehari di Social Commerce
Tidak hanya itu, pemerintah juga akan mengatur peredaran barang-barang impor yang dijual secara online maupun offline. Upaya ini dilakukan dengan menerapkan perizinan yang sama dengan produk lokal.
“Barang dari luar negeri akan mendapatkan perlakuan yang sama dengan barang dalam negeri. Misalnya, produk makanan harus ada sertifikat halal, kalau produk kecantikan harus ada izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan elektronik harus ada standar kualitas yang telah ditetapkan,” ujarnya.
Zulkifli menyebut pengetatan barang impor akan dilakukan melalui revisi beleid ini. Produk impor yang boleh dijual minimal dengan harga US$ 100 atau setara Rp 1,5 juta (kurs Rp 15.409 per US$).
Termasuk pula di dalamnya social commerce tidak boleh menjadi produsen di Indonesia.
“Kalau ada yang melanggar nanti saya kirimkan surat ke Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mendapatkan peringatan. Kalau masih melanggar akan kami tutup,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk