Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan, lajunya perkembangan teknologi menjadi pertimbangan proses untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Hal itu selaras dengan visi Pemerintah untuk mewujudkan Indonesia sebagai energi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.
Rudiantara mengungkapkan, revisi PP Nomor 8 Tahun 2012 dengan tetap memperhatikan hal-hal strategis yang menyangkut masalah keamanan, intelegen dan semua berkaitan dengan kenegaraan.
“Kita kan lagi gencar untuk mendorong ekonomi digital melalu start up. Banyak start up juga sedang jalan. Sedangkan ada kebijakan yang ada di PP Nomor 82 Tahun 2012 bahwa data center harus di Indonesia. Kalau data center untuk start up semuanya ada di Indonesia juga tidak bisa optimal prosesnya nanti,” ujar Rudiantara usai Rapat Koordinasi Revisi PP Nomor 82 Tahun 2018 di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, di Jakarta, seperti keterangan resmi Kominfo.
Rudiantara menjelaskan, ke depannya teknologi digital akan beralih ke cloud computing dibandingkan memiliki data center sendiri. Maka pembahasan data center merupakan hal yang perlu diperhatikan pada revisi nanti.
“Jadi, dipisah antara data strategis yang harus ada di dalam negeri dengan karakteristik yang tidak boleh dipertukarkan dengan negara lain seperti data yang terkait dengan keamanan negara. Sedangkan yang lain yang memberi multiplayer efek kepada perkembangan ekonomi digital lebih cepat itu akan kita buka untuk cloud computing,” ucap Rudiantara.
Sedangkan untuk pelaksanaanya, kata Rudiantara, ada dua hal yaitu data dan prosesnya secara virtual. Tahapan data sampai proses cloud computing, Indonesia beralih bukan sebagai pemilik namun adalah pelanggan. “Kita harus dorong inovasi-inovasi yang bersifat meningkatkan perkembangan ekonomi digital,” ujar Rudiantara.
Menurutnya, revisi PP harus dilakukan karena teknologi digital terus berkembang dengan cepat. Sebab itu, Kemenkominfo terus berupaya untuk dapat mengakomodasinya.
Rudiantara optimistis revisi PP dapat secepatnya diselesaikan. Walaupun dalam prosesnya memang tidak begitu mudah karena terkendala pembahasan di multi sektor.
Pembahasan lainnya pada rapat koordinasi adalah menyoal landasan hukum penanganan berbagai konten negatif, seperti penyebaran berita palsu, ujaran kebencian, di setiap kanal media sosial maupun media online.
“Sekarang kan kalau ada hoaks yang diproses adalah si penyebar atau pelanggar saja. Ke depannya seluruh ekosistemnya juga ikut bertanggung jawab, termasuk platformnya,” kata Rudiantara. Maraknya penyebaran konten negatif ikut disebabkan oleh minimnya proses penyaringan di setiap platform media.