Sebuah kebiasaan baik yang sudah menjadi budaya dan dipegang teguh oleh masyarakat ternyata dapat luntur dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan zaman. Perubahan-perubahan yang telah merasuki sebuah negara akan mengubah citra dan identitas bangsa tersebut.
Bahayanya jika perubahan itu berupa pengaruh negatif yang terus diperlihatkan dan dipraktikan oleh masyarakat hingga menjadi sesuatu yang dianggap sebagai kewajaran, sebagai sesuatu yang lumrah atau sesuatu yang sudah sangat sulit untuk diubah.
Meski fenomena tersebut marak terjadi di tengah masyarakat, sebagian masyarakat yang belum diketahui jumlahnya terus memperjuangkan nilai-nilai kebaikan agar tetap hidup. Salah satu tokoh yang ingin merespon perubahan negatif di atas adalah Joko Widodo. Melalui istilah Revolusi Mental yang disiarkan dalam kampanyenya saat menjadi calon Presiden RI. Bersama Tim Pokja Revolusi Mental, gerakan ini mengajak masyarakat untuk melakukan sesuatu yang benar.
Salah satu anggota Pokja yang hadir dari dunia seni drama Teater Koma, Sari Madjid, mengungkapkan cara untuk memulai dan menyukseskan gerakan tersebut. “Keberhasilan gerakan Revolusi Mental memang membutuhkan sesuatu yang ekstrim. Suatu gebrakan besar yang mampu mempengaruhi masyarakat. Selain itu, program Revolusi Mental ini juga harus dibentuk secara jelas, dari sisi konsep maupun pengaplikasiannya agar tidak membingungkan masyarakat,” ujar Sari.
Lantas apa sebenarnya Revolusi Mental ini? Bagaimana memulainya? Dan apa kunci keberhasilannya sehingga dapat menular ke seluruh masyarakat? Temukan jawabannya di Majalah Marketeers edisi Februari “Revolusi Mental: Making Indonesia WOW!”