RI-Korsel Kolaborasi Riset Penopang Industri 4.0

marketeers article

Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan konsisten untuk terus menjalin hubungan diplomatik yang lebih erat di berbagai bidang, termasuk dalam kerja sama pada pengembangan riset dan ilmu pengetahuan untuk menyongsong era revolusi industri 4.0.

Lengkah strategis ini diwujudkan melalui kolaborasi antara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI dengan Dewan Riset Nasional untuk Ekonomi, Kemanusiaan, dan Ilmu Sosial atau National Research Council for Economic, Humanities, and Social Sciences (NRC) Korea Selatan.

“NRC ini lembaga di bawah kantor Presiden Korea, dan dalam kerja sama tersebut terdapat frame work yang lebih detail untuk Indonesia dan Korea, terutama upaya mengantisipasi industri 4.0. Kami sudah bahas sektor-sektornya secara mendalam,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sesuai keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat (28/06/2019).

Sebelumnya, Menteri Airlangga bersama Chairman NRC Seong Kyoung Ryung menyaksikan penandatanganan perjanjian kerangka kerja sama teknis antara Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin RI Harjanto dengan Sekretaris Jenderal NRC Hong Keun Gil di Sejong, Korea, 26 Juni 2019.

Menperin menjelaskan, penandatanganan kerja sama tersebut merupakan kelanjutan dari Memorandum of Understanding (MOU) yang dilakukan antara Kemenperin RI dengan NRC pada 10 September 2018, yangdisaksikan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo. Tujuan dari kerangka kerja teknis ini untuk mendirikan dan menjalankan sub-komite bersama.

“Kerangka kerja teknis antara Kemenperin dengan NRC ini mengatur pembentukan sub-komite bersama untuk implementasi aktivitas kerja sama terkait Industri 4.0,” ujarnya. Fungsi sub-komite bersama, antara lain memformulasikan rencana aksi untuk implementasi aktivitas kerja sama yang mencakup sektor industri, otomotif, tekstil dan produk tekstil, kimia, makanan dan minuman, elektronik, serta sektor-sektor lainnya yang telah disepakati.

Sub-komite bersama juga bertugas menetapkan dukungan administrasi dan teknis, menetapkan sektor-sektor prioritas di dalam sektor-sektor industri, mengusulkan aktivitas kerja sama, memfasilitasi pertukaran informasi, serta melakukan monitor dan evaluasi. Kerjasama ini juga untuk memfasilitasi penempatan tenaga ahli teknis di Kemenperin dalam implementasi industri 4.0 di lima sektor industri yang menjadi unggulan.

“Selain itu untuk membangun kerangka kerja yang saling menguntungkan untuk mengembangkan dan mendukung kerja sama yang sistematis antara para partisipan sehubungan dengan Industri,” imbuhnya.

Airlangga menyebutkan, pada kesepakatan kedua belah pihak, tertuang kegiatan penelitian bersama, pertukaran untuk pendidikan, pembentukan jejaring antara para ahli dan profesional di masing-masing negara, serta membuka peluang proyek kerja sama. “Inovasi dapat dihasilkan dari kegiatan riset dan pemanfaatan teknologi. Dengan inovasi, daya saing industri nasional akan lebih kompetitif di kancah global,” terangnya.

Menperin optimistis kolaborasi antara Kemenperin dengan NRC mampu meningkatkan kapasitas industri manufaktur nasional, terutama untuk lima sektor yang akan menjadi pionir dalam penerapan Making Indonesia 4.0. Melalui adopsi teknologi dan inovasi, diaharapkan pula mampu memacu peningkatan produktivitas serta terbukanya lapangan kerja baru sebanyak 10 juta orang pada tahun 2030.

“Kemitraan ini sebagai tanda bahwa Indonesia dan Korea memiliki hubungan diplomatik yang sangat erat dan ingin terus dilanjutkan dalam rangka sama-sama membangun pertumbuhan ekonomi,” paparnya.

Airlangga menambahkan, adanya kolaborasi antara Kemenperin dan NRC ini dinilai akan mampu mendorong suksesnya implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 dan memberikan multiplier effect pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Implementasi Making Indonesia 4.0 sendiri diproyeksi memacu pertumbuhan PDB riil sebesar 1%-2% per tahun, sehingga pertumbuhan PDB per tahun akan naik dari baseline sebesar 5% menjadi 6%-7% selama tahun 2018-2030.

“Selain itu, angka ekspor netto akan meningkat kembali sebesar 10% dari PDB. Kemudian, terjadi peningkatan produktivitas dengan adopsi teknologi dan inovasi, serta mewujudkan pembukaan lapangan kerja baru sebanyak 10 juta orang pada tahun 2030. Aspirasi besarnya adalah menjadikan Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara dengan perekonomian terkuat di dunia tahun 2030,” ungkapnya.

Related