Dunia teknologi terus berkembang. Perkembangan ini turut membawa banyak perubahan, salah satunya dalam hal karir dan pekerjaan seseorang. Yang menarik, Accenture kerap meneliti kemampuan mendengar, learning, dan memimpin dari 3600 profesional di 30 negara. Hasilnya, di Indonesia sebanyak (99%) profesional mengaku memiliki keahlian mendengar yang baik dan 42% di antara mereka menghabiskan 50-74% waktu jam kerja mereka dengan ber-multitasking setiap harinya.
Dengan tajuk #ListenLearnLead, Accenture menemukan bahwa 72% responden Indonesia setuju bahwa multitasking memungkinkan mereka mencapai hasil lebih banyak di tempat kerja. Meski begitu, sepertiganya mengakui bahwa gangguan di waktu kerja menurunkan kemampuan mereka untuk memberikan hasil terbaik, menurunkan fokus, dan menurunkan kualitas hubungan kerja dalam tim. Hal ini juga diakui 66% responden global.
Gangguan tersebut dapat berupa panggilan telepon (24% responden), jadwal rapat/kunjungan mendadak (37%), pesan instan (8%), dan sms (4%). Hasil lainnya, 9 dari 10 (93% responden di Indonesia dan 80% global) melakukan multitasking selama conference call berlangsung dengan mengecek email (66%), pesan instan (59%), media sosial (26%), bahkan membaca berita dan hiburan (19%). Bagi responden yang mendengarkan secara seksama biasanya dikarenakan membutuhkan sesuatu dari hasil diskusi selama conference call, atau diharuskan memimipin, berpartisipasi, dan melakukan follow-up setelahnya.
“Listen dengan sekadar hear memiliki filosofi yang berbeda. Listen cenderung memberikan perhatian lebih saat mendengarkan. Pendengar yang baik dapat diartikan apabila seseorang mendengar hingga ia mengerti dan menyerap lebih banyak dari apa yang mereka dengar. 64% responden mengatakan bahwa mendengarkan lebih sulit dalam ruang kerja digital saat ini,” ujar Neneng Goenadi, Country Manager Director Accenture Indonesia saat mengumumkan hasil risetnya di Jakarta, Jumat (06/03/2015).
Tidak hanya itu, Neneng menekankan bahwa untuk menjadi pemimpin yang baik, sesorang yang pandai dalam mendengar dan mengerti, harus mampu mempraktekannya. Pada penelitian ini melibatkan responden yang terdiri dari 50% pria, 32% merupakan generasi Millenial, 35% generasi X, dan 33% generasi Baby Boomers. Di sana didapatkan data juga sehubungan gender dan perkembangan teknologi. Hasilnya, 71% profesional memprediksi bahwa jumlah perempuan sebagai Chief Technology Officer (CTO) akan meningkat pada tahun 2030. 52% dari mereka juga sedang mempersiapkan lebih banyak perempuan di posisi manajer senior tahun ini dibanding tahun lalu di perusahaannya.
Hal yang sama juga ditemukan oleh Petty Fatimah, Editor in Chief Majalah Femina. Menurut riset tahunan yang Femina lakukan di berbagai daerah menyatakan, mayoritas perempuan lebih mudah diajari mengenai teknologi baru. Naturalnya, perempuan lebih pandai mendengar karena sifat dasar mereka yang fleksibel. Terlepas dari persoalan gender, para narasumber acara ini tetap melihat kapasitas dari individu tersebut dalam memberikan tanggung jawab.