PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) meluncurkan riset terbaru bertajuk The Indonesia Grassroots Entrepreneurs Report. Riset ini merupakan hasil kolaborasi dengan Katadata Insight Center untuk mengetahui lanskap terhadap penggunaan produk keuangan dan adopsi digital dari UKM Indonesia.
Hasil yang didapatkan dari riset ini diukur menggunakan Amartha Prosperity Index yang merupakan indeks untuk memahami bagaimana kondisi pelaku UKM pada saat ini dari sisi perilaku finansial dan digital.
Berdasarkan temuan perusahaan microfinance marketplace, pelaku UKM Indonesia sudah memiliki tingkat inklusi keuangan yang baik. Terlepas dari peningkatan tersebut, ternyata belum banyak UKM yang memanfaatkan kanal digital untuk mengembangkan usaha mereka.
“Melalui riset ini kami ingin mengetahui faktor yang mendukung kemajuan UKM, utamanya dari sisi inklusi keuangan dan adopsi digital. Kami berharap riset ini bisa menjadi referensi bagi berbagai stakeholder untuk ke depannya memajukan UKM Indonesia,” tutur Rezki Warni, AVP Marketing & PR Amartha.
Dalam pengukuran Amartha Prosperity Index, ada tiga dimensi yang diukur. Pertama, inklusi keuangan.
Di sini, skor yang didapatkan sangat baik dengan angka 84,33 yang berarti sebagian besar pelaku UKM memiliki satu atau lebih produk layanan keuangan.
Kedua, dimensi penggunaan produk keuangan tingkat lanjut. Skornya masih cukup rendah yaitu 29,98.
Hal ini terjadi karena mayoritas UKM masih menggunakan uang tunai untuk bertransaksi. Para responden beralasan bahwa layanan nontunai dan perbankan belum mereka pilih karena masih sulit digunakan.
Ketiga, dimensi adopsi digital. Skor untuk dimensi yang satu ini baik yaitu 66,08. Hal ini terlihat dari jumlah kepemilikan ponsel pintar dan penggunaan internet yang tinggi.
Namun, ternyata pemanfaatannya masih terbatas pada hiburan bukan kebutuhan produktif untuk menunjang usaha. Kendati demikian angka yang cukup tinggi ini menjadi sinyal yang baik untuk perkembangan ke depannya.
Dewi Meisari selaku Chief Editor UKMIndonesia.id mengungkapkan tiga hal dari masih lambatnya adaptasi tersebut. Pertama, para pelaku usaha ini memang belum terpapar dengan pengetahuan bahwa aplikasi digital itu bisa digunakan untuk menunjang bisnis bukan hanya akses hiburan.
Kedua, terkait dengan transaksi keuangan atau jual beli, masih banyak yang belum bisa percaya dengan keamanan transaksinya. Tidak sedikit dari mereka yang merasa kurang yakin karena uang yang didapat tidak muncul secara fisik.
Ketiga, para pelaku UKM sudah tertarik tapi takut mencoba jadi perlu adanya pendampingan yang membantu mereka secara step by step.
Editor: Ranto Rajagukguk